17 December 2015
09 December 2015
Pengunjung Orang Sakit dan Perilaku-Perilaku yang Dibawanya
via www.theladbible.com |
Angin yang menyapa di muka
bangsal Elizabeth siang itu kian menggoda. Dia mengalir lewat rambut di
belakang kepala, menelusur lewat telinga, lantas menari-nari sejenak di depan
mata.
Dalam pandangan sayu itu terlintas
rombongan ibu-ibu berkerudung. Di bagian depan rombongan ada seorang
bapak-bapak tua, dia pakai batik coklat lengan panjang dengan dobelan kaos di
dalamnya. Dari pakaian yang mereka kenakan sepertinya mereka berasal dari suatu
tempat di pinggir kota. Mereka jalan pelan sambil sesekali tengok kanan kiri.
Mereka seakan kagum dengan ketinggian gedung-gedung di Panti Rapih.
Beberapa dari mereka membawa
bungkusan—yang entah apa isinya. Ada yang membawa sebungkus tas kresek hitam,
sementara yang lain dibungkus pakai kain putih kumal yang mengabu-abu. Sudah
pasti mereka akan mengunjungi seseorang yang mereka kenal dengan baik.
Barangkali tetangga yang tinggal se-RT dengan mereka.
Pemandangan itu mengingatkan
saya akan beberapa perilaku orang ketika mereka mengunjungi orang sakit.
Beberapa pasien senang dengan model pengunjung tertentu, sisanya tidak begitu
gembira, bahkan ada juga yang tak ingin dikunjungi oleh orang lain. Namun kali
ini saya akan menulis soal model perilaku pengunjung, anda boleh saja menambahkan
di bawah.
#1 Pendoa yang Saleh (pinjam
istilah Alkitab)
Ada pengunjung yang bicara
pelan dan tenang kepada pasien. Dia datang untuk mengayomi dan menunjukkan
dukungan lewat sikapnya yang halus. Tak lupa sebelum pamitan dia kemudian
berdoa terlebih dahulu untuk kesembuhan pasien dan ketabahan anggota keluarga
yang mendampingi pasien. Dia tidak banyak bertanya detil soal penyakit, tapi
memberi semangat dengan cara-cara yang halus dan nikmat sekali di telinga.
Sebagian di antaranya adalah orang-orang tua (yang cenderung suka menasihati),
sementara sisanya adalah orang seumuran dengan pasien. “Ya sudah.. pokoknya
tetap berdoa, hatinya harus selalu gembira, dan memasrahkan kesehatan pada
Tuhan melalui dokter dan perawat yang menangani panjenengan..” kata mereka.
Sejuuuk sekali.
#2 Komedian Salah Panggung
“Sakit adalah kesedihan”
barangkali kata-kata yang tertanam pada pengunjung. Maka dia tak akan segan
untuk menjadi komedian ketika berkunjung. Kalau leluconnya itu punya frekuensi
sama dengan pasien (dan penunggu pasien) sih tidak masalah, tertawa memang
dipercaya mempercepat proses penyembuhan. Namun akan jadi celaka kalau dia
adalah komedian yang gagal, atau katakanlah, punya selera humor yang berbeda.
Dia bisa jadi komedian yang sangat mandiri: menertawakan celetukannya sendiri.
Lebih dari itu, pasien juga akan cepat merasa lelah karena berpura-pura
bahagia. LOL.
#3 Wartawan Infotainment
Istilah kekiniannya adalah
kepo. Pengunjung jenis satu ini menanyakan dengan detil apa saja yang dialami
oleh pasien. Mulai dari awal sakitnya, hasil pemeriksaan, proses penanganan
medis, obat-obatnya apa, pantangan makan apa, berapa hari di rumah sakit, setelah
ini bisa dicegah dengan cara bagimana, dan seterusnya dan seterusnya. Tak
jarang dari mereka ada yang bertanya dengan muka yang menunjukkan empati yang
mendalam. Beberapa di antaranya bahkan tampak berkaca-kaca. Bersyukurlah tidak
semua pengunjung berjenis demikian, pasien dan keluarga pasti akan sangat lelah
mengulang-ulang cerita yang sama..
#4 Malah Curcol...
Semesta itu sangat adil, bung,
sangatlah sangat adil. Ada pengunjung yang senang meminta pasien bercerita
banyak soal sakitnya, ada juga yang senang bercerita soal penyakit yang
dialaminya. Atau penyakit yang dialami kerabat dekatnya, dan dia jadi bagian
penting dalam proses penyembuhan kerabatnya itu. Entah kenapa dengan pengunjung
jenis ini. Mereka itu memang senang bercerita, ataukah dalam hidup
sehari-harinya mereka tak ada kawan bercerita. Maka setiap saat dia
berkumpul, bahkan ketika mengunjungi orang sakitpun, dia menumpahkan ceritanya.
Seringkali, bahkan, cara mereka bercerita lebih heboh dari pasien itu sendiri.
Tak jarang mulutnya berbusa, ada sekumpulan ludah putih yang menggantung di
sudut-sudut bibir mereka.
#5 Motivator Ulung
“Gimana, tante? Sehat kan!?”
kata seorang ponakan ketika mengunjungi tantenya yang terkapar. Ekspresi
wajahnya tampak kalau dia ingin memberi semangat dan motivasi tantenya yang
sedang terkapar itu. Dia pikir caranya itu efektif. Meski kadang ada juga yang
dengan sinisnya bilang, “Cah edan. Ngerti lagi tepar ngono kok ditakoni sehat.”
Ada juga seorang teman
pengunjung yang ketika datang langsung bilang, “Ngapain di rumah sakit? Nggak
usah lama-lama. Ayo pulang,” sambil menggandeng tangan temannya yang sedang
jadi pasien. Barangkali ini lebih memotivasi dibanding yang pertama. Namun pada
dasarnya sama, mereka ingin menjadi motivator, setidaknya, ingin memberi
motivasi bagi pasien untuk cepat sembuh.
Sejauh ini saya baru mengamati
lima jenis pengunjung ini. Jika anda jadi pengunjung, anda berada pada jenis
yang mana? Jika anda jadi pasien, pengunjung jenis mana yang paling anda sukai?
Ataukah saya masih kurang
dalam menyebutkan jenisnya? Silakan tambahkan sendiri di bawah.
07 December 2015
Sampah, Perilaku, dan Peradaban Kita
Pagi
tadi jogging di dekat Mirota Kampus (Jalan Godean), melewati jalan yang
dikepung sawah yang ditumbuhi padi muda. Kebetulan ada petani yang sedang berdiri
di salah satu petak. Sepertinya pemandangan biasa kan? Namun sebenarnya tidak.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Baca Tulisan Lain
-
Barangkali memang setiap negara tidak bisa tidak melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain. Setiap hubungan yang dijalin bisa saja memi...
-
Cerita ini diawali ketika beberapa kawan melakukan penelitian di Desa Wisata Sidoakur yang terletak di Jalan Godean. Akhirnya saya ngikut...
-
Sembah bekti kawula Dewi Mariyah kekasihing Allah, pangeran nunggil ing Panjenengan Dalem. Sami-sami wanita Sang Dhewi pinuji piyambak, saha...
-
Yellow journalism Yellow journalism bukanlah merupakan sebuah aliran jurnalisme, melainkan sebuah julukan yang diberikan oleh The New York...
-
Terima kasih, adinda :)