24 October 2017

Oktober yang Basah di Gunung Gede

10 September malam, ketika notifikasi aplikasi obrolan di handphone berbunyi.

“Jay, kalau berkenan tanggal 6 aku sama Gultom mau naik Gede. Siapa tau kita bisa mengabadikan foto lagi biar kayak orang-orang kekinian. Hehe..”

Dennis, kawan semasa SMA menghubungi dengan kata-kata itu. Meski sedang meriang dan banyak kekhawatiran soal kekuatan fisik, saya sulit menolak ajakan itu. Sedangkan Gultom, adalah kawan SMA juga. Kami bertiga beberapa kali satu rombongan dalam pendakian, salah satunya ke Merapi.

14 September malam (masih meriang), akhirnya ajakan tersebut saya terima dengan semangat. Energi saya jadi melimpah ruah ketika tahu bahwa sahabat-sahabat saya yang lain (Bayu dan Gida) juga ikut dalam pendakian kali ini. “Sekalian reuni,” pikirku.

Celakanya, meriang ini masih berlanjut lama. Untungnya, saya merasa betul-betul sembuh kurang dari seminggu jelang tanggal yang kami sepakati.

Atas kebaikan Bayu dan Dennis, serta jasa baik om Yohanes, semua logistik kelompok, urusan transportasi, dan perijinan sudah beres semua sejak sebelum saya berangkat dari Semarang. Betul-betul malaikat penolong !

6 Oktober pagi, setelah saya memacu sepeda motor ke kampus untuk presensi sidik jari, saya segera pesan Go-Jek untuk ke Stasiun Tawang, Semarang. Di sana sudah menunggu kereta untuk mengangkutku ke Stasiun Pasar Senen, Jakarta.

Sampai di Jakarta, saya menuju ke kantor Heni (kekasih) untuk sekalian menjemputnya pulang ke kos. Atas kebaikannya pula, saya bisa cari logistik, tali, serta pinjaman gelas dan sendok. Malam hari sekitar pukul 21 baru saya ke rumah Bayu yang kami sepakati sebagai titik kumpul.

Singkat cerita, kami sampai di basecamp Gunung Putri sekitar pukul 4 pagi menggunakan mobil om Yohanes. Total kami berangkat 6 orang: Gultom, Dennis, Bayu, Gida, Adi Bleki, dan saya sendiri. Di sana kami langsung disambut orang dalam, lalu diberi tempat untuk rebahan sejenak sambil persiapan.

Berakhirnya sarapan adalah awal dari perjuangan pendakian ini. Kami awali pendakian ini dengan berdoa, memohon keselamatan dan perlindungan supaya semua kembali dengan utuh, sehat, dan selamat.

11 October 2017

Kebingungan yang Berakhir Omong Kosong

via www.sansbullshitsans.com

Terjun langsung ke dunia pendidikan membuat pikiran saya semakin mengawang-awang. Membaca tulisan-tulisan lawas di blog ini, saya merasa dulu saya adalah mahasiswa yang idealis.
Jangan salah, idealis yang saya maksud bukanlah menjadi mahasiswa yang ideal: nilai aman, aktif berorganisasi, rajin riset, doyan baca buku, produktif dalam menulis dan berkarya, jatuh cinta berkali-kali, serta tak lupa naik gunung, nongkrong setiap malam—ditemani rokok, alkohol, gitar, dan film.

Baca Tulisan Lain