22 February 2011

Wartawan dan Liputan Konflik

Wartawan merupakan garda terdepan yang akan menempatkan di mana posisi media dalam ranah pikiran publik.
(Syahputra, 2006:69)

Oleh: Andreas Ryan Sanjaya

Perlu disadari, makin banyak kritikan yang menghujani berbagai media massa dewasa ini terkait dengan produk-produk jurnalistik yang dihasilkan. Tendensi kritikan mengarah pada pemberitaan yang tidak seimbang dan pemberitaan yang dilebih-lebihkan. Kritik kepada media tentu tidak berhenti pada manajemen perusahaan media atau kebijakan redaksional, namun juga menyentuh wartawan sebagai garda terdepan.

Euforia demokrasi yang sering diwujudkan dalam demonstrasi yang berujung pada konflik dan kekerasan tidak pernah luput oleh media untuk diberitakan. Berita mengenai konflik yang tidak diawali dengan demonstransi juga menjadi santapan sehari-hari audien dari berbagai kalangan.

Konflik dan kekerasan seakan-akan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diketahui oleh semua audien. Suatu konflik bisa secara serempak menjadi headline di surat-surat kabar nasional maupun lokal, bahkan bisa saja seharian atau berhari-hari diberitakan melalui televisi. Setelah konflik yang ‘menarik’ itu sedikit mendingin, media kembali mengalihkan isu sebelumnya yang belum tuntas dibahas, ataupun mengangkat isu baru.

Tentang Kematian

Ternyata kata kematian tidak membuat orang menjadi mati dan berhenti. Orang-orang masih saja mendefinisi dan meredefinisikan kematian. Kematian menurut ini, kematian menurut itu, sesudah kematian, upacara kematian, dan sebagainya. Sampai kapan? Sampai kematian itu menjadi benar-benar mati dan tidak ada yang menghidupi.

Oleh: Andreas Ryan Sanjaya

Beberapa hari lalu umat Katolik di Yogyakarta kehilangan seorang romo. Almarhum mengalami kecelakaan di Muntilan (detailnya tidak perlu saya tuliskan di sini) .

Bertepatan dengan masa berkabung itu, saya mewawancara seorang romo lain (yang tidak lain adalah teman dari almarhum) berkaitan dengan tema artikel yang hendak saya tulis bersama dengan tim. Wawancara saya buka dengan sedikit berbasa-basi, berbincang tentang romo yang mengalami kecelakaan tersebut.

Saya ngawur saja bicara, “Kok bisa kecelakaan ya, romo.” Saya mengira romo yang ada di depan saya akan kemudian menceritakan kronologi kecelakaan, atau menceritakan perasaannya. Ternyata tidak. Dan jawabannya sedikit mengejutkan saya.

15 February 2011

Menjadi Jurnalis Cerdas

Tulisan ini sama sekali bukan lelucon. Tulisan ini berangkat dari keprihatinan yang tidak membutuhkan kecerdasan – maka saya bisa merasakannya.

Baca Tulisan Lain