Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Religion

Sowan Dewi Mariyah di Meanjin

Saat sedang asik berselancar di dunia maya, tiba-tiba foto patung Bunda Maria di sebuah tempat ziarah melintas begitu saja. Dari layar kecil di genggaman, Dia seakan memanggil-manggil. Lalu lahirlah semacam kegelisahan dan kerinduan yang sulit dijelaskan. Tak butuh waktu lama, kami sekeluarga merencanakan pergi sowan Dewi Mariyah di suatu tempat bernama Marian Valley. Perkenalkan, saya Ryan. Saya suami dari seorang istri yang luar biasa. Kami dianugerahi dua anak perempuan yang masih kecil-kecil. Saat ini hingga beberapa tahun ke depan saya menjalani peziarahan keilmuan di pesisir timur Australia, tepatnya di Brisbane.

Sambat kepada Yesus: Saya Meragukan Angka

Sumber: amazon.com Yesus telah mati ribuan tahun lalu. Namun ajarannya masih hidup dan dihidupi manusia sampai saat ini. Mereka bercita-cita mengikuti Yesus, menjadi murid Yesus, meneladan Yesus. Untuk yang terakhir ini, mungkinkah mereka betul-betul mampu meneladani Yesus?

Setelah Mati, Lalu Apa?

Apa yang akan kita alami setelah kita mati? Tubuh kita pasti membusuk—kecuali satu dan lain hal (misalnya tubuh kita diawetkan / terawetkan secara alami). Namun apa yang terjadi pada kesadaran kita? Roh, jiwa, atau apapun itu namanya, ke mana mereka akan pergi?

Kuikhlaskan Dirimu Berlalu

“Tuhanmu tak akan memberi ular beracun pada yang minta roti..” Begitu lirik lagu rohani yang pertama kali saya dengar kala seusia SMP. Berbelas-belas tahun kemudian, lagu tersebut masih sering saya dengar di perayaan-perayaan ekaristi. Sekilas, lirik tersebut menenangkan. Tuhan, yang adalah tempat meminta, dan dengan demikian juga sumber pemberian, tidak akan salah memberi. Kalaupun terasa salah, tentu itu bukan kesalahan Tuhan, tetapi kitanya yang perlu memaknai ulang pemberian tersebut. Sampai-sampai, hidup ini seakan jeda singkat yang diisi dengan jutaan pemaknaan ulang yang dijejalkan dalam 24 jam sehari tujuh hari seminggu. Namun berdasarkan hari-hari yang saya rasakan, lirik itu tak berarti Tuhan akan memberikan roti pada mereka yang minta roti. Tentu saja, ini perumpamaan. Pada saya yang minta roti, Tuhan memberi saya nasi, sayuran pecel, dan tempe bacem yang manis. Pecel itu lengkap dengan tauge yang tinggi protein dan daun pepaya  yang pahit, tak l...

Pilihan adalah Ilusi

cinta dan benci kita berjalan di satu kutub ke kutub lain pada jalan cinta kita bawa benci pada jalan benci kita bawa cinta kala tidak jalan, kita tak bawa apa.apa dan sudah itu mati tak selalu kita bisa pilih mereka, angkut semuanya !

Hati Orang, Siapa yang Tahu?

via republika.co.id Hanya mau mencatat saja kalau hari ini (2/12) ada aksi super damai di kawasan Monas, Jakarta. Bentuk aksi tersebut adalah salat Jumat bersama. Dari sejumlah informasi yang beredar di lewat online (awas HOAX!) jumlah peserta bisa mencapai 2 hingga 3 juta orang. Jelas, ini peristiwa luar biasa. Hampir semua media meliput, termasuk media-media internasional. Beberapa kedutaan juga bereaksi dengan meningkatkan keamanan. Bagaimanapun, sebagai pemuda pengangguran di sebuah kota kecil, saya merasa perlu untuk mencatat beberapa hal. Istilah Aksi Ketua GNPF MUI Habib Rizieq dalam siaran pers Jumat (25/11) lalu mengatakan bahwa ini adalah aksi super damai. Beberapa media turut menyebut aksi ini juga dengan istilah “aksi super damai,” ada juga yang menyebutnya “aksi damai” saja. Presiden Jokowi menyebutnya berbeda. "Kan gak ada demo, siapa bilang akan ada demo. Yang ada doa bersama, bukan demo ya," tegasnya di depan para awak media. S...

Realitas Masyarakat Religius: Saat Ini

via funnyjunk.com “Saat Ini” adalah keterangan waktu yang perlu saya garis bawahi. Kendati kita tak bisa dengan jelas membatasi keterangan tersebut, ijinkan saya memberi batasan: saat ini adalah beberapa tahun belakangan—sejauh saya punya energi untuk mencarinya di media-media online. Tetap tidak jelas bukan? Semoga tetap tidak jelas, supaya Anda sendiri bisa menambahi data yang saya kumpulkan. Selama ini tulisan-tulisan saya tentang agama adalah mengenai refleksi saya atas ajaran-ajaran agama yang pernah saya tahu. Kali ini berbeda, saya menulis tentang bagaimana belakangan ini media sedang menampilkan wajah spiritual di masyarakat Indonesia. Sayangnya, wajah itu kusam dan bermuka dua: penuh kepentingan lain—terutama soal uang dan kekuasaan. Saya mengawalinya dari cerita-cerita yang dibangun oleh seorang tokoh pemimpin spiritual yang memiliki pengikut yang tidak hanya berjumlah besar, tetapi juga loyal. Baiknya kita mulai dari: Eyang Subur ||  Nama pria kelahiran...

Gusti di Jempol Kaki Kananku

Aku yakin Tuhan ada di mana-mana. Kadang mewujud banci ngamen, pekerja seks di Pasar Kembang, atau ustadz yang khotbahnya menyejukkan. Sore tadi Tuhan hinggap di jempol kaki kananku. Untuk pertama kali, aku jadi sopir keluarga. Dari Bandara Adisucipto, Grand Livina meluncur di bawah kendaliku. Mendekati pertigaan ke ringroad, ada mbak-mbak bersepeda motor yang memotong jalan di depanku. Bukan hanya tanpa lampu sein, rupanya dia juga sambil pegang hape. Untunglah jempol kaki kananku dengan cepat menginjak tuas tengah. Keras dan mendadak. Mbak-mbak tadi lolos dari tertabrak laju mobil keluargaku. Kami juga tak jadi harus ganti rugi. Terima kasih, Gusti.

The Hidden Harmony

I was baptized at Rome Catholic church when three months old. Until now I pray using Catholic tradition, and never use another religion tradition. But live as minority in the middle of Moslem make me know some of their tradition, include how they pray five times a day.

Pantaskah Kita Bersyukur Saja?

“Kamu kenapa, yan? Kayak lagi kepikiran apa,” tanya Samdy suatu sore. Dia reporter harian bisnis ternama di Ibu Kota. Orangnya agak kaku, kadang bertindak sesuka hati, tapi perlakuan dia ke saya sangat baik. Beberapa hari kemudian dia menghubungi lewat telepon ketika saya “bersemedi” di kamar kos. Seingat saya, dia satu-satunya kawan yang menelepon ketika itu.

Reading. Writing. Repeat.

Judulnya semacam kekinian yang kemaki ya? Kalau anda pernah baca tulisan semacam ini dengan latar belakang warna polos, anda mungkin seumuran dengan saya. Atau lebih muda sedikit. Atau juga lebih tua sedikit.

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

"merebut pacar"

Di mana-mana kita sering melihat tindakan tidak manusiawi, tidak berperikemanusiaan. Pokoknya hal-hal yang sering dilekatkan pada upaya dehumanisasi, penghilangan harkat manusia (KBBI). Contohnya ya penyembelihan yang dilakukan ISIS, pembegalan di jalan-jalan sepi, penyiksaan yang dilakukan majikan kepada pembantu, pemerkosaan (baik kepada perempuan maupun laki-laki!), dan sebagainya.

Patah Hati, Soe Hok Gie, dan Umur 18 Kita

Gambar diambil tanpa ijin dari uniqpost.com Saya sering patah hati. Bukan [hanya] karena perempuan, tapi juga karena ketidaktahuan orang akan sesuatu yang saya anggap mereka seharusnya tahu. Patah hati ini makin menjadi-jadi ketika sesuatu yang tidak mereka ketahui itu adalah hal yang saya idolakan. Mungkin terdengar terlalu ‘maksa’ dan kekanakan, tapi ini masalah hati. *malah curhat*  Begini salah satu kisah patah hati saya. 

Doa dan Kata

Sumber: www.wheatlandmission.com Sekitar tahun 2004 saya mengalami kegelisahan. Waktu itu saya merasa tidak sreg ketika melihat sekumpulan orang Katolik yang sedang berdoa. Satu yang saya ingat, mereka mendaraskan doa Salam Maria dengan sangat lancar, bertempo relatif cepat, dan dengan nada yang monoton. Mereka seakan tidak memaknai kata-kata dalam doa dan sekadar mengucapkannya bak mengucap mantra.

mari kita duduk dan tak berbuat apa-apa

Sumber: http://diasfifera.tumblr.com/

Letupan Rasa

R asa-rasanya dunia ini makin absurd dan palsu. Lihatlah media, alat pembentuk realitas di benak publik yang diperkosa pemiliknya. Lihatlah media sosial, tempat berbagai macam kebencian disuburkan.

Idul Fitri

Sumber : http://en.tempo.co/read/news/2013/08/08/114503226/How-Yogyakarta-Celebrates-Eid-al-Fitr Untuk kali ini saya ingin menulis dengan keras, bodoh, nylekit, dan pesimis terhadap hidup. Sebelum melangkah lebih jauh saya perlu menekankan bahwa saya tidak membenci agama Islam atau agama manapun, saya menghormati semua agama dan ajarannya sebagai nilai yang diyakini manusia para pengikut agama itu. Kalimat utama yang perlu saya sampaikan adalah saya tidak suka momen lebaran.

Merapi 4-5-2013

Tanggal 4 Mei 2013 adalah pendakian di Merapi untuk ketiga kalinya. Saya bergabung dalam tim yang berjumlah enam orang, dua di antaranya baru pertama kali naik gunung. Enam orang itu adalah: Dennis, Dicky, Cabul, Prety, Dimas, dan saya sendiri. Prestasi saya masih sama seperti pendakian sebelumnya, menjadi anggota tim yang paling sering minta berhenti. hehe.. Padahal saya sudah cukup lama mempersiapkan fisik. Meski begitu nampaknya fisik saya belum cukup kuat untuk naik. Selain itu ada faktor-faktor yang saya rasa cukup berpengaruh. Pertama, kami tidak tidur semalaman. Jadi hari Jumat (3/5) malam kami berada di rumah Pak Leo (seorang pemilik warung makan) di Muntilan. Pukul 00:30 kami berangkat ke basecamp pendakian Selo. Pukul 02:15 kami beranjak dari New Selo, lalu istirahat sangat panjang di gapura selamat datang. Di sana menahan hawa dan angin dingin, sambil karaokean dengan lagu rohani. Suci sekali -.- Di tempat itu kami berhenti lebih dari satu jam. Lama sekali. Lalu berjalan...