Judulnya semacam kekinian yang
kemaki ya? Kalau anda pernah baca tulisan semacam ini dengan latar belakang
warna polos, anda mungkin seumuran dengan saya. Atau lebih muda sedikit. Atau
juga lebih tua sedikit.
Meski kemaki, mungkin judul
itu ada benarnya, terutama untuk orang-orang seperti saya yang mencari sesuap
tempe mendoan dari menulis.
Beberapa tahun lalu bapak
bilang,”Membaca itu ibarat mengumpulkan material bangunan: batu besar, krakal,
krikil, semen, pasir, gamping, batu bata, dan sebagainya. Sedangkan, menulis
itu membangunnya jadi sebuah rumah.”
Kata-kata itu selalu
mengingatkan saya untuk selalu membaca sebelum menulis. Biar diksinya kaya,
biar mengerti pola nganu dan nganu dari penulis nganu. Halah. Kita juga
diingatkan untuk tak hanya membaca. Menulis itu membangun. Kalau hanya membaca,
material bangunan hanya akan dionggokkan begitu saja di lahan kosong. Mentah, pating klarah, dan dingin hanya
disentuh angin.
Susunlah material itu. Seburuk
apapun, seaneh apapun, sebajingan apapun. Kalau salah ya biar salah, biar
orang lain lihat kita pernah salah. Supaya kita juga belajar menghargai proses.
Kalau baik ya dilanjutkan, sukur-sukur ditingkatkan kualitasnya. Yang buruk
jangan dihancurkan, biarkan berdiri. Kita bangun lagi di sampingnya, di
depannya, di belakangnya, di sampingnya lagi.
Untuk dunia yang seperti ini,
lahan tak akan pernah habis. Percayalah.