Sembah bekti kawula Dewi Mariyah kekasihing Allah, pangeran nunggil ing Panjenengan Dalem. Sami-sami wanita Sang Dhewi pinuji piyambak, saha pinuji ugi wohing salira Dalem, Sri Yesus.
Dewi Mariyah ibuning Allah, kawula tiyang dosa, sami nyuwun pangestu Dalem, samangke tuwin benjing dumugining pejah. Amin.
Oleh: Andreas Ryan Sanjaya
Rangkaian kata di atas adalah sebuah doa dalam iman kristiani, terutama umat Katolik. Umat Katolik Jawa kemungkinan besar, atau bahkan dapat dipastikan, mengerti isi dan arti dari doa yang saya tuliskan di atas.
Maria, sering ditambah dengan kata ‘Bunda’ di depannya, dalam tradisi kristiani merupakan ibu dari Yesus Kristus. Umat Katolik memiliki tradisi untuk menghormati Maria melalui berbagai doa, devosi, ziarah, dsb. Mereka berdoa kepada Maria, supaya Maria berkenan menjadi perantara bagi doa-doa mereka.
Saya tidak akan banyak membahas mengenai konsep-konsep yang marak diperdebatkan dan dipertanyakan oleh non-kristiani garis keras. Bagi saya sendiri, perdebatan itu tidak perlu diperbincangkan lebih lanjut. Selain karena saya tidak tertarik dengan hal macam ini, saya juga yakin bahwa ini adalah masalah iman personal yang tidak perlu diutak-atik.
Saya memiliki kenangan dengan doa ini, doa Salam Maria. Rata-rata umat Katolik mempelajari doa ini semenjak masih masa kanak-kanak. Doa ini juga menjadi populer karena setiap bulan Mei dan Oktober diadakan doa bersama dengan doa Salam Maria sebagai doa yang diulang-ulang: Doa Rosario.
Ketika usia SMP, dengan kepolosan dan idealisme, saya melihat bahwa terkadang doa Salam Maria diucapkan oleh orang-orang dengan tanpa makna. Saya mengatakan: mereka mengucapkan doa Salam Maria seperti mengucapkan mantra. Bahkan, mereka hanya mengucapkan kata-kata yang tidak mereka maknai sendiri.
Begitulah cara orang Katolik berdoa?
Saya terus mempertanyakan dan merasa tidak terima, bagaimana bisa doa yang bermakna–setidaknya bagi saya- begitu dalam ini diucapkan dengan dingin dan tanpa penghayatan. Yang, sekali lagi, diucapkan dengan cepat tanpa jeda bak mantra untuk mengusir setan dan roh halus dalam tayangan televisi.
Sampai suatu saat saya bertemu dengan pakdhe saya yang seorang romo. Saya menanyakan hal itu, bagaimana doa Salam Maria diucapkan seperti mantra tanpa makna, bahkan oleh orang-orang Katolik sendiri. Dan muncullah jawaban yang membuat saya menyadari sesuatu..
Beliau menjawab,”Ya tidak apa-apa. Kalau dengan cara seperti itu bisa membuat mereka merasa dekat dengan Tuhan(nya), kenapa tidak?”
Dan saya sadar sudah melupakan sesuatu. Esensi dari sebuah doa adalah … (titik-titik itulah yang diisi ketika seseorang berdoa, walau secara tidak sadar). Sejak saat itu saya tidak mempertanyakan mantra lagi, bahkan saya menciptakan mantra-mantra yang tidak terbayangkan sebelumnya. Mantra yang bersifat personal, dan tidak perlu diutak-atik, apalagi oleh seorang anak SMP (kala itu). ^^
No comments:
Post a Comment