Skip to main content

Untuk Mereka

Pada suatu hari..(kembali ke masa kecil ketika menulis cerita) saya berjalan-jalan di dalam rumah dan bertemu dengan sekumpulan cendekiawan keren nan pintar yang sedang dilanda amarah hingga umpatan keluar dari pikiran hebat mereka.

Mereka marah karena sebuah status di facebook. Singkat cerita, si penulis status harus dengan rela hati menerima umpatan dari orang-orang pintar itu.

Saya melakukan hal bodoh, di tengah-tengah orang pintar itu saya masuk. Dan akhirnya..sebuah pertanyaan bodoh 
dari saya (yang bodoh ini) kepada mereka (yang katanya pintar, punya pikiran dewasa, kritis, teladan, dsb.) muncul di antara umpatan orang pintar..

Saya
"Apakah sebuah status di facebook bisa mendatangkan bencana alam?"

Mereka
"Bukan masalah status, tapi isi kepalanya waktu menulis status!"

Saya menyudahi pertanyaan saya, karena saya tahu pikiran saya tidak sepintar mereka-mereka itu. 

Mungkin seharusnya saya tanya lagi, apakah isi kepala orang yang menulis status bisa mendatangkan bencana alam?

Mungkin saja bisa, ketika ada teknologi atau kesaktian yang membuat seseorang berpikir, misalnya, Pulau Jawa terbelah dua dan kemudian terjadilah saat itu juga. Tetapi sejauh yang diketahui orang bodoh ini…belum ada teknologi yang langsung seperti itu..kesaktian? Boleh percaya, boleh tidak. ^^

Kalau tidak ada teknologi atau kesaktian yang bisa membuat isi kepala mendatangkan bencana alam, mengapa harus diperdebatkan di antara orang-orang pintar? Apa yang menjadi ketakutan bagi orang-orang pintar itu hingga mereka kebakaran jenggot?


Tapi sekali lagi, saya tidak mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan tadi, karena saya sadar mereka begitu pintar. Dengan kepintarannya mereka akan mengalihkan lagi ke hal lain, yang jelas-jelas tidak akan menjawab pertanyaan saya..(poor me !)

Kemudian mereka masih saja berbusa-busa mengucapkan dengan khidmat umpatan-umpatan terburuk yang pernah ada. Seluruh umpatan terus meluncur, menandakan kepintaran mereka yang didukung dengan etika tingkat tinggi..

Saya meninggalkan mereka dan memutuskan untuk kembali berjalan-jalan...

Ketika tiba di suatu lembah tiba-tiba saya menemukan secarik kertas bertuliskan: they’re blue, and they’re so stupid!

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.