30 July 2012
Fokus pada Tujuan
Suatu malam mbak Karin bilang: '..kadang awak dewe kudu nglewati jalan sing dudu pilihane awak dewe. Ya wis, nggo liwat wae, sing penting fokus neng tujuan.'
Beberapa hari kemudian saya hendak ke Senen naik busway. Saya hanya tau tujuan saya adalah Senen. Tapi petugas mengarahkan 'Transit di Grogol. Nanti naik yang ke Pulogadung.'
Terima kasih, tapi saya maunya ke Senen.
Akhirnya saya transit di Grogol. Naik ke arah Pulogadung melewati banyak shelter (Harmoni dan lain-lain). Dan memang betul, mereka itu hanya untuk lewat, karena akhirnya saya sampai di Senen juga.
25 July 2012
Sang Pemenang
"Serbuuu..!!"
Kami berjuang mati-matian.
Jalan di depan sangat penuh
aku tak bisa melihat tujuan.
Semua putih.
Semua bergerak liar.
23 July 2012
Supaya Eling
Aku ingat sekali sore itu
ketika kita selesai berseteru,
kita bersanding dengan terbisu,
terpasang wajah-wajah sendu.
Di manakah selembar kertas tisu?
Tempat kita biasa menulis surat
mengukir cinta dengan terburu-buru
dengan hati yang ingin segera terikat.
Tampak tisu tersebar di kamar gelap.
"Halo bunga.. selamat beraktivitas!"
Ada torehan tinta di atas sana
yang segera menghilang tanpa bekas.
Mungkin kamu lupa
apa yang terjadi di kelas sana.
Kamu memasangkan aku cincin di jemari
tepat di jari manis sebelah kiri.
Gunung Merapi pernah bersaksi
betapa perubahan datang tiba-tiba.
Aku terhenti karena sakit
kamu melaju kencang di depan sana.
Ingatkah kamu akan surat terakhir?
Surat yang diiringi bulir-bulir air.
Tak tahu datangnya dari mana
mungkin terbawa angin selaksa.
Dengan sulit kugulung surat itu sangat tebal
kulilit dengan pita warna hijau.
Erat sekali kupegang surat itu sambil berdoa
semoga rasa tidak lekas tersapu.
Aku ingat balasan atas gulungan itu
kamu tersenyum tanpa ragu.
Semesta tidak pernah jahat
tapi ia tahu betul apa yang harus kita perbuat.
Jangan pernah menangis di depanku,
seakan tak ada ruang untuk tertawa.
Tapi isakmu semakin keras,
meski aku tahu itu bukan tangis nyata.
Kini semua berubah
dunia telah berbalik arah.
Aku tenggelam dalam sendiri
kamu tertawa tiada henti.
Terima kasih sudah mewarnai dunia
meski ia tak seindah yang kukira.
Puisi tak lagi perlu ada
juga kehadiranmu di sana.
Semoga kamu bahagia
dengan senyuman yang pernah ada.
Bunga akan segera layu
dan segera membeku.
(Maaf, saya sedang menulis puisi aneh)
ketika kita selesai berseteru,
kita bersanding dengan terbisu,
terpasang wajah-wajah sendu.
Di manakah selembar kertas tisu?
Tempat kita biasa menulis surat
mengukir cinta dengan terburu-buru
dengan hati yang ingin segera terikat.
Tampak tisu tersebar di kamar gelap.
"Halo bunga.. selamat beraktivitas!"
Ada torehan tinta di atas sana
yang segera menghilang tanpa bekas.
Mungkin kamu lupa
apa yang terjadi di kelas sana.
Kamu memasangkan aku cincin di jemari
tepat di jari manis sebelah kiri.
Gunung Merapi pernah bersaksi
betapa perubahan datang tiba-tiba.
Aku terhenti karena sakit
kamu melaju kencang di depan sana.
Ingatkah kamu akan surat terakhir?
Surat yang diiringi bulir-bulir air.
Tak tahu datangnya dari mana
mungkin terbawa angin selaksa.
Dengan sulit kugulung surat itu sangat tebal
kulilit dengan pita warna hijau.
Erat sekali kupegang surat itu sambil berdoa
semoga rasa tidak lekas tersapu.
Aku ingat balasan atas gulungan itu
kamu tersenyum tanpa ragu.
Semesta tidak pernah jahat
tapi ia tahu betul apa yang harus kita perbuat.
Jangan pernah menangis di depanku,
seakan tak ada ruang untuk tertawa.
Tapi isakmu semakin keras,
meski aku tahu itu bukan tangis nyata.
Kini semua berubah
dunia telah berbalik arah.
Aku tenggelam dalam sendiri
kamu tertawa tiada henti.
Terima kasih sudah mewarnai dunia
meski ia tak seindah yang kukira.
Puisi tak lagi perlu ada
juga kehadiranmu di sana.
Semoga kamu bahagia
dengan senyuman yang pernah ada.
Bunga akan segera layu
dan segera membeku.
(Maaf, saya sedang menulis puisi aneh)
Jangan Terlalu Serius
Malam ini adalah malam yang biasa dari dunia magang kerja yang sedang saya lakoni. Tadi teman-teman di kantor merasa tidak punya harapan untuk pulang dengan tenang. Jalur-jalur yang mereka lewati sedang macet parah , dengar-dengar akibat ada aksi demo. Biasa itu.
Yang luar biasa adalah ketika saya berkomunikasi via pesan singkat dengan bapak. Ia pergi ke Bandung malam ini menggunakan kereta api. Di dalam kereta tercium bau cat, menurut ia pada awalnya memang menyenangkan. Namun lama kelamaan bau cat itu ternyata menyengat dan membuat pusing kepala. Pada suatu perjalanan yang lalu juga ada kejadian serupa, namun bau yang menyengat adalah bau badan seorang penumpang. Tak kalah bikin pusing kepala. Lalu saya berkelakar: mambu kringet karo mambu cat, pilih endi? :)
Jawaban atas pertanyaan inilah yang membuat saya berpikir. Bapak menjawab berdasarkan homili seorang romo (pastur) yang ditangkapnya belum lama ini. Dalam homilinya romo itu berkata bahwa akibat dosa asal, manusia selalu ada dalam sisi gelap yang mengakibatkan manusia bereaksi negatif. Tapi ada Yesus, dalam kultur Jawa bisa disamakan dengan kakang kawah, yang selalu membisiki manusia untuk bergeser ke sisi terang supaya bisa beraksi positif. Bapak berjuang bergeser ke sisi terang untuk mencoba mensyukuri bahwa bau cat itu lebih enak dari bau keringat, bau abab (bau mulut), dan bau duren (fyi: ia anti bau duren).
Nah..saya juga pernah menonton acara televisi mengenai seorang yang pernah tertembus besi pagar dari bawah ketiak sampai keluar di dekat leher. Ia masih hidup. Orang-orang berkata kepada dia: "Kamu orang beruntung. Dengan kecelakaan seperti itu, kamu masih bertahan hidup." Tahu apa yang ia jawab? Ia berkata sambil tertawa: "Kalau aku beruntung, aku tidak akan mengalami kejadian ini."
Hal seperti ini yang sering saya dengar dari orang-orang sekitar. Misal, ketika ada orang kecelakaan. Banyak bagian tubuhnya berdarah. Setelah diperiksa, ia 'hanya' luka luar. Orang lalu bilang: untung tidak ada yang patah, untung masih hidup, untung orang yang menabrak masih mau bertanggungjawab. Atau dengan kata lain: bersyukur tulangnya masih utuh, bersyukkur masih hidup, bersyukur orang yang menabrak masih mau bertanggungjawab.
Yang luar biasa adalah ketika saya berkomunikasi via pesan singkat dengan bapak. Ia pergi ke Bandung malam ini menggunakan kereta api. Di dalam kereta tercium bau cat, menurut ia pada awalnya memang menyenangkan. Namun lama kelamaan bau cat itu ternyata menyengat dan membuat pusing kepala. Pada suatu perjalanan yang lalu juga ada kejadian serupa, namun bau yang menyengat adalah bau badan seorang penumpang. Tak kalah bikin pusing kepala. Lalu saya berkelakar: mambu kringet karo mambu cat, pilih endi? :)
Jawaban atas pertanyaan inilah yang membuat saya berpikir. Bapak menjawab berdasarkan homili seorang romo (pastur) yang ditangkapnya belum lama ini. Dalam homilinya romo itu berkata bahwa akibat dosa asal, manusia selalu ada dalam sisi gelap yang mengakibatkan manusia bereaksi negatif. Tapi ada Yesus, dalam kultur Jawa bisa disamakan dengan kakang kawah, yang selalu membisiki manusia untuk bergeser ke sisi terang supaya bisa beraksi positif. Bapak berjuang bergeser ke sisi terang untuk mencoba mensyukuri bahwa bau cat itu lebih enak dari bau keringat, bau abab (bau mulut), dan bau duren (fyi: ia anti bau duren).
Nah..saya juga pernah menonton acara televisi mengenai seorang yang pernah tertembus besi pagar dari bawah ketiak sampai keluar di dekat leher. Ia masih hidup. Orang-orang berkata kepada dia: "Kamu orang beruntung. Dengan kecelakaan seperti itu, kamu masih bertahan hidup." Tahu apa yang ia jawab? Ia berkata sambil tertawa: "Kalau aku beruntung, aku tidak akan mengalami kejadian ini."
Hal seperti ini yang sering saya dengar dari orang-orang sekitar. Misal, ketika ada orang kecelakaan. Banyak bagian tubuhnya berdarah. Setelah diperiksa, ia 'hanya' luka luar. Orang lalu bilang: untung tidak ada yang patah, untung masih hidup, untung orang yang menabrak masih mau bertanggungjawab. Atau dengan kata lain: bersyukur tulangnya masih utuh, bersyukkur masih hidup, bersyukur orang yang menabrak masih mau bertanggungjawab.
Ngangsu Kawruh ing Litbang Kompas #2
Sekilas saya pernah baca tweet milik seseorang yang diretweet oleh orang yang saya follow. Semoga tidak bingung. Seseorang itu bilang kira-kira begini: "Tuh kan, gak ada lembaga survei yang bisa dipercaya. Dulu bilang paling tinggi Foke, sekarang quick count Jokowi menang jauh."
12 July 2012
Ngangsu Kawruh ing Litbang Kompas #1
Sejak 9 Juli 2012 sampai sebulan ke depan saya mendapat keberuntungan. Keberuntungan itu ialah kesempatan magang kerja di Litbang Kompas. Ketika beberapa teman-teman yang magang di tempat lain mengalami kerja praktek dari mata kuliah terapan, saya mengalami kerja praktek dari mata kuliah penelitian. Penelitian yang sesungguhnya. Bukan seperti penelitian kecil-kecilan di kampus yang penuh dengan 'kreativitas' :)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Baca Tulisan Lain
-
Barangkali memang setiap negara tidak bisa tidak melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain. Setiap hubungan yang dijalin bisa saja memi...
-
Cerita ini diawali ketika beberapa kawan melakukan penelitian di Desa Wisata Sidoakur yang terletak di Jalan Godean. Akhirnya saya ngikut...
-
Sembah bekti kawula Dewi Mariyah kekasihing Allah, pangeran nunggil ing Panjenengan Dalem. Sami-sami wanita Sang Dhewi pinuji piyambak, saha...
-
Yellow journalism Yellow journalism bukanlah merupakan sebuah aliran jurnalisme, melainkan sebuah julukan yang diberikan oleh The New York...
-
Terima kasih, adinda :)