Sebenarnya
apa sih yang membuat kita tertawa ketika
mendengar orang bicara? Ketika menonton stand up comedy saya tidak selalu
tertawa, bahkan kebanyakan tertawa karena mendengar tawa penonton. Tertular.
Pernah suatu
kali saya ikut misa di gereja. Ketika khotbah sang romo hendak menyisipkan
humor dalam khotbahnya. Begini ceritanya:
“Ada seorang
laki-laki muda yang kaya dan berkuasa. Suatu pagi dia ingin nasi goreng untuk
sarapan. Dia lalu menyuruh ajudannya untuk membeli nasi goreng.
Hei jud..
belikan nasi goreng ya. Yang spesial, telurnya dua.
Ketika siang
hari laki-laki itu ternyata masih ingin nasi goreng. Dia lalu menyuruh
ajudannya lagi untuk membeli nasi goreng, persis seperti tadi pagi. Nasi goreng
spesial, dengan dua telur.
Menjelang
malam, dia ingin mencari “teman tidur”. Dia lalu berkata kepada ajudannya:
Hei jud..
cariin teman tidur ya. Ingat, yang spesial.
Setelah
teman tidur itu dibawa ke rumah, laki-laki itu marah dan kecewa kepada ajudan,
karena yang dibawa adalah banci.”
Itu ceritanya.
Saya berusaha menuliskan semirip mungkin dengan ketika romo bicara. Ketika romo
selesai bercerita saya mengamati bahwa yang tertawa itu hanya segelintir orang
saja. Yang lain diam, termasuk saya. Saya lalu berpikir, hal apa dari cerita
tersebut yang tidak membuat orang tertawa?
Apakah ceritanya
tidak lucu?
Apakah cerita
itu tidak pas diceritakan dalam misa?
Apakah cara
bicara orang melucu yang tidak lucu?
Ataukah seharusnya
cerita berhenti sampai dialog terakhir saja, tanpa ada penjelasan tentang banci?
Saya masih
berpikir. Yang jelas lucu itu relatif, tidak semua yang dianggap lucu bagi
suatu orang (atau budaya) adalah hal yang lucu juga bagi orang lain.
NB:
sebenarnya saya lebih suka istilah waria, tapi di tulisan ini saya pinjam
istilah dari romo itu.
Ikutan senyum :)
ReplyDelete