Tampaknya anggapan bahwa media sosial itu beracun ada benarnya. Maka tak heran banyak orang mengkampanyekan detoks digital, yang salah satunya adalah log out sejenak dari akun-akun media sosial. Atau lebih dari itu, menghapus akun media sosial, meng-uninstall aplikasi tersebut dari telepon genggam, lalu hidup tanpa media sosial.
Tentu mengakses
media sosial itu ada dampak baiknya. Saya sendiri, dengan pekerjaan saya saat
ini, sangat terbantu dengan penggunaan media sosial. Bukan hanya teknologinya,
tetapi juga tercukupinya kebutuhan untuk tahu informasi yang beredar di era
yang begitu cepat ini. Ah, tapi soal “kebutuhan akan informasi” ini mungkin
akan dibahas di lain tulisan.
Meski begitu, saat
ini saya rasa ada baiknya membatasi ber-media sosial. Bukan saja perkara kuota,
tapi ini soal kesehatan jiwa. Ada masa ketika otak saya merasa dipenuhi banyak
sekali hal dan informasi. Kadang-kadang saya merasa itu bagus, tetapi kalau
saya letakkan telepon genggam itu lalu berjalan-jalan sedikit saja, saya lalu
sadar dari tadi tidak menghadapi dunia nyata saya: buang sampah, cuci piring,
membantu istri, dan sebagainya.
Belum lagi kalau saya
lalu ingat akan sesuatu yang perlu saya tulis dan saya kerjakan. Saya tahu
harus mengerjakan itu, tetapi ketika akan memulainya mata dan otak sudah mulai
lelah. Membuka-buka media sosial itu terasa sangat pasif; menerima informasi
begitu saja. Ketika saya harus menyusun hal lain menjadi bangunan tulisan dan
gagasan, rasanya butuh istirahat dulu karena terlalu lelah lalu ‘cunthel.’
Lalu biasanya saya
rebahan sambil.. memegang hape lagi. Scrolling lagi. Kan bangsat betul.
Lingkaran setan ini
harus diakhiri !
No comments:
Post a Comment