15 August 2021

Keberanian Menghadapi Ketidakpastian

Dalam sebuah diskusi di kelas saya bertanya kepada mahasiswa mengenai minat mereka jadi jurnalis. Dari sedikit yang menjawab itu ada satu jawaban yang memprihatinkan: “Awalnya iya, Pak. Tapi setelah pandemi ini saya malas untuk punya cita-cita.”

Pelajaran paling besar dari pandemi adalah ketidakpastian itu nyata. Perubahan terjadi sewaktu-waktu, kapan saja ia mau. Persis seperti pesulap, sekali menjentikkan jari saja semua hal bisa berganti. Bukan, ini bukan tentang adaptasi terhadap teknologi. Tulisan ini tentang keberanian, dan sekaligus ketakutan, dalam menghadapi ketidakpastian.

Tidak ada yang pernah membayangkan seberapa besar perubahan yang orang alami selama pandemi. Juga, konon katanya, tidak ada negara yang betul-betul siap menangani perkara ini. Kita hanya punya sedikit referensi, dan itu sudah lama sekali. Di antara ketidakpastian itu, sangat wajar kalau kita jadi malas punya cita-cita. 

Saya dengar ada banyak kawan yang cukup percaya diri dengan bisnis yang ditekuninya, lalu berani untuk mengambil KPR atau utang lainnya. Lalu semua menjadi kalang kabut ketika Covid-19 tiba di Indonesia. Banyak sektor ambruk. Saya sampai tak berani tanya bagaimana cara mereka bayar.

Pandemi juga membuat banyak kawan harus mengurungkan niatnya untuk sekolah ke luar negeri. Selain karena perbatasan antarnegara ditutup (dan celakanya Indonesia di-daftarhitam-kan oleh banyak negara) kegagalan sekolah lanjut itu karena uang beasiswa dialihkan ke penanganan pandemi. Ada juga yang sudah sampai tahap akhir tapi menunda keberangkatan karena pandemi ini.

Tentu masih ada banyak lagi kisah menghadapi perubahan dan bersiap terhadap perubahan berikutnya di masa pandemi. Saya tak tahu harus memberi judul apa kisah itu: keberanian atau ketakutan?

No comments:

Post a Comment

Baca Tulisan Lain