Skip to main content

Go-Jeg (Kere) Dosen


Semenjak Nadien Makarim diangkat jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Presiden Jokowi, grup-grup dosen ramai akan gojeg kere. Ada yang bilang ini perlawanan berbentuk satire, sebagian yang lain hanya mau gojegan kere saja. Saya sedang malas sok filosofis membaca symbol-simbol gojegan, saya anggap ini receh saja.

Berikut gojegan yang sempat mampir di gadget saya:
  1. Mahasiswa yang nilainya mepet atau tidak lulus mata kuliah tertentu diwajibkan menggunakan layanan Go-Block.
  2. Uang sertifikasi dosen akan dikirimkan dalam bentuk GoPay.
  3. Setiap habis mengajar dosen akan bicara di kelas, “Minta bintang limanya ya, anak-anak.”
  4. Pertanyaan “How was the dosen?” dengan pilihan lima bintang di bawahnya dapat ditemukan di layanan Go-Bimbingan.
  5. Logo RistekDikti diganti dengan tulisan GojekDikti.


Nggak lucu? Nggak apa-apa. Buat saya juga nggak lucu. Hehehe. Lama-lama bosan juga lihat setiap hal serius lalu dijadikan gojekan, baik yang satire ataupun yang receh.

23.10.2019
Semarang yang panas

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.