Skip to main content

Bimbang Ketika diundang Interview Kerja?

Suatu malam saya menghadapi undangan interview pekerjaan di Jakarta. Tipe pekerjaannya tidak berkaitan dengan studi saya di universitas. Lalu saya berdiskusi dengan salah satu orang terdekat saya, tentang hal-hal yang saya khawatirkan. Pencerahan pun datang, bila Ia memang berkenan. Berikut kata-kata dia:


Tentang karir, passion, atau pengalaman
"Mau ngejar karir, passion, atau sekadar pengalaman aja?
Kalau ngejar karir, dengan standar gaji segitu di Jakarta agak berat.
Kedua, nek kamu ngejar passion..ya yang bisa nilai ini sesuai sama kamu atau ngga cuman dirimu. Intinya kenyamanan dan kelanggengan komitmen kerja. Nek wes ada unsur passion, kerja pasti ikhlas.
Ketiga, kalau cuman sekedar cari pengalaman, kamu ambil gak masalah, tapi kamu harus bisa batesin sejauh mana kamu mencoba. Kalau memang sekadar  buat batu lompatan untuk cita-citamu, pesenku satu dek, pekerjaan dan peluang di luar sana itu banyak banget. Kalau mau melompat, cari batu lompatan yang paling baik biar cepet sampainya."

Tentang peluang 
"Coba bayangin, kalau untuk setiap peluang kamu mikir "duh eman, duh jauh, dll" kita gak akan tahu berapa banyak peluang yang kita kesampingkan demi menunggu sesuatu yang standarnya kita tentukan sesuai ekpektasi pribadi yang terus bertambah day by day."

Tentang walk in interview 
"Kalau menurutku tahap interview itu masih area bebas parkir dek. Jadi nothing to lose kamu mau parkir di mana aja. Cari ilmu dan pengalaman budaya dan sistem perusahaan. Semakin banyak kamu tahu dan ngalamin, semakin banyak peluang yang kamu pegang, semakin manteb kamu melangkah dan nentuin garasi mana yang paling pas buat markirin cita-citamu. Jangan takut sia-sia. Interview sana sini ditolak sana sini bikin kamu lebih siap buat kerja. Trust me :)"


Begitulah. Semoga kata-kata di atas berguna juga buat teman-teman yang sedang mengalami kegalauan yang sama.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.