Bulan November tahun ini ada
sebuah kabar yang agak melegakan untuk orangtua saya. Akhirnya saya sudah
menjalankan ujian skripsi, sidang skripsi, atau juga dikenal dengan istilah
ujian pendadaran. Intinya, penelitian saya sudah diuji oleh dosen-dosen penguji
dan dinyatakan lulus dengan beberapa revisi (saya bikin revisi sambil menulis
ini).
Sebagai mahasiswa yang sudah
selesai mengambil teori pada semester 6 (semester 7 mengambil KKL-Kuliah Kerja
Lapangan) lulus pada semester 9 adalah prestasi yang tidak luar biasa. Saya
butuh lebih dari satu semester untuk merampungkan skripsi! Betapa skripsi ini
memang menantang niat dan tekad mahasiswa.
Dulu ada seorang teman yang
meramalkan bahwa saya akan lulus kuliah dengan waktu studi empat setengah
tahun. Setelah menghitung-hitung, jika lulus bulan ini maka waktu yang saya
butuhkan adalah 4 tahun 3 bulan. Sedangkan jika saya wisuda bulan Februari,
maka waktu studi saya 4 tahun 6 bulan alias empat setengah tahun. Kebetulan
sajakah ini?
Saya bersyukur sekali
menjelang dan ketika ujian skripsi itu saya mendapat dukungan dari keluarga,
kekasih, dan para sahabat. Dukungan mereka tidak mengubah apapun yang sudah
saya tulis di dalam laporan, tapi itu menenangkan dan memantapkan tekad. Jika
ada kata lebih dalam dari terimakasih, saya akan ucapkan kata itu kepada
mereka. Namun karena tak ada, maka saya hanya mampu mengucapkan terimakasih
yang sedalam-dalamnya kepada anda dan mereka yang sudah mendukung.
|
Mereka sudah sangat mendukung di luar ruang sidang. Beribu-ribu terimakasih. | |
|
|
Ini Yulia, yang sudah mendukung dengan cara-cara luar biasa.
Namun bukan saya kalau tidak
pandai melihat sebuah kekurangan dalam hal-hal yang patut disyukuri. Ada seorang
teman yang mengucapkan selamat, kira-kira begini ucapannya:
“Selamat ya njay, semoga aku
cepet nyusul.”
Apa yang harus saya bilang?
Jelas saya bilang:
“Amin mbak/mas..semoga lekas
lulus.”
Tampaknya ada yang perlu
dikritik dari ucapan yang seperti ini. Rasanya kok lucu, dia seakan memberikan
ucapan selamat kepada orang lain, namun untuk dirinya sendiri. Mungkin anda
yang membaca kritik saya ini pernah bilang hal serupa ketika memberi selamat
kepada orang lain. Mungkin juga saya pernah melakukan itu. Tapi berdasar
pengalaman saya ini, saya yakin tidak akan pernah mengucapkan itu lagi.
Di lain sisi, saya merasa
kelulusan sidang skripsi ini tidak se”wah” dengan yang saya bayangkan ketika
menjelang ujian. Seketika memang rasanya senang, amat bersyukur, namun seketika
itu juga menjadi biasa saja. Lulus adalah hal yang natural dan wajar dialami
oleh mahasiswa. Tentu untuk mengalaminya mahasiswa juga harus melakukan hal
yang natural dan wajar dilakukan, misalnya berperang dengan rasa malas, bertahan
di depan layar komputer, menggelembungkan rasa percaya diri untuk bimbingan
dosen, membesarkan hati ketika dicerca dosen pembimbing, hingga menahan diri
untuk untuk tidak selalu menyalahkan keadaan dan berfokus pada peningkatan diri
sendiri :p Ya, kenaturalan dan kewajaran itu juga harus dilakoni. Sekali lagi,
lulus itu wajar.
Setelah lulus, mahasiswa baru
mengalami ujian yang sebenarnya. Dia dihadapkan banyak pilihan: Melanjutkan
kuliah? Membuka usaha? Melamar pekerjaan? Mengikuti kursus-kursus? Atau mau
bersantai dahulu sambil merasa siap untuk melanjutkan hidup? Atau bahkan
menikah?
Ini adalah pilihan yang tidak
mudah, dan saya sedang --jongkok di pojokan kamar mandi dihujani air dari
pancuran sambil-- mengamati pilihan-pilihan itu. Bagaimanapun juga pilihan-pilihan
itu tetap harus disyukuri, karena mereka datang dan menjadi nyata ketika saya
sudah lulus kuliah. Terimakasih bapak, ibu, mbak, mas, Yulia, dan teman-teman.
Mari bergerak selalu.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No comments:
Post a Comment