13 May 2014

SMP Stero!

Kali ini saya ingin menulis tentang tempat saya belajar ketika SMP. Sekolah ini terletak di Jalan Suryodiningratan, dekat perbatasan antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul. Namanya SMP Stella Duce 2. Orang-orang sering menyingkatnya menjadi Stero, Stella Duce loro (dua).



Awalnya ketika SD tidak pernah terlintas sekalipun untuk melanjutkan sekolah di sana. Ketika teman-teman yang lain mendaftar SMP Stella Duce 1, saya terlalu percaya diri untuk tidak ikut-ikutan mendaftar dan mantap mendaftar tes di SMP negeri yang bagus.

Setelah tes, ternyata saya tak lolos. Kala itu air mata tak terbendung. Saya coba mendaftar ke SMP Stella Duce 1, tapi sudah penuh, tak dapat menampung siswa lagi. Akhirnya dengan berat hati saya daftar ke Stero tanpa tes. Katanya nilai rapor saya ketika SD sudah mencukupi syarat masuk.

Mulailah saya beradaptasi di lingkungan teman-teman SMP yang, maaf, banyak yang kurang beruntung. Sebagian dari mereka lahir di keluarga-keluarga yang tidak menempatkan pendidikan sebagai prioritas. Lingkungan tempat tinggal mereka juga keras. Jadilah mereka anak-anak yang malas belajar, kasar, nakal, ndugal, nggentho, dan sejumlah kenakalan anak-anak pinggiran kota.

Pakaian seragam mereka agak menguning. Kulitnya menghitam, seperti saya juga. Waktu kelas 1 banyak yang suaranya sudah berubah. Saya menduga mereka sudah pernah tidak naik kelas waktu SD. Dugaan itu banyak benarnya. Mereka bicara kasar, senang merokok, malas belajar, dan sering meminta uang secara paksa. Saya tidak pernah ikut minta, tapi sering menikmati :)

Tidak semua teman SMP seperti itu sih. Ada juga yang pintar, baik, alim, lahir di keluarga yang kaya, dan berprestasi dalam banyak hal. Kisah sukses juga mengiringi langkah mereka. Ada yang sekarang jadi pramugari, ada yang kuliah di ATMI, Telkom Bandung, UGM, dan kisah-kisah sukses lain. Tapi saya jarang bergaul dengan mereka-mereka itu, saya malah senang berteman dengan golongan pertama yang saya sebutkan. Jadi sampai sekarang kesan saya yang dominan tentang Stero masih sama seperti dulu: nakal, malas, dan sebagainya.

Setelah saya pikir kembali, saya tidak adil untuk melihat Stero dengan begitu sempitnya. Saya hanya lihat kekurangan-kekurangan teman, yang lalu saya anggap sebagai kekurangan Stero. Sebenarnya banyak hal luar biasa, yang saya hampir yakin, jarang ditemui di sekolah lain.

Pertama, meski sekolah ini berada di bawah yayasan Tarakanita, tidak ada mata pelajaran agama di sekolah ini. Yang ada adalah religiusitas. Dalam pelajaran itu kami mempelajari semua agama yang diakui di Indonesia. Pelajaran agama Katolik namanya pendalaman iman, itu termasuk ekstrakurikuler wajib untuk murid beragama Katolik.

Temanya juga tidak main-main lho. Saya ingat betul waktu kelas 1 kami mendapat tema kesetaraan gender. Tentang budaya di mana kaum pria berada di posisi yang lebih tinggi dari kaum perempuan. Saya ingat betul, waktu itu guru saya mengatakan dua hal untuk mengatasi: menyadarkan kaum pria bahwa wanita bukan subordinat dan menyadarkan kaum wanita sendiri bahwa mereka bukan subordinat. Menurut saya pengenalan isu gender pada kelas 1 SMP ini adalah hebat.

Saya juga ingat tiap hari Jumat kami pulang jam 12. Sekolah memberi waktu untuk teman-teman yang mau melaksanakan ibadah salat Jumat.

Kedua, waktu pendalaman iman Katolik kami pernah mendapatkan pengetahuan tentang korupsi. Waktu itu tahun 2003-2004, ketika pemerintahan Indonesia masih (dan sampai sekarang) dilanda isu korupsi yang dilakukan pejabat-pejabat. Jadi menurut saya ide pendidikan korupsi untuk mahasiswa itu tidak berlebihan dan bukan hal baru. Sepuluh tahun lalu Stero sudah mengenalkan isu itu ke anak-anak kelas 1. Hebat bukan?

Ketiga, ketika kelas 1 dan 2 saya mendapat pelajaran membatik. Saya ingat gurunya bernama St. Nasuko. Ini luar biasa. Saya sangat merasa beruntung. Batik memang terkenal di Jogja, tapi saya berani taruhan, tidak sampai separuhnya anak SMP di Jogja pernah belajar membatik langsung di sekolah.

Awalnya kami belajar pola dulu, menggambar di kertas. Lalu kami membuat pola di kain mori, menggambar dengan canting, mewarnai, diblok lagi, warnai lagi, baru dilorot (dimasukkan air panas biar lilinnya meleleh). Ini pengalaman yang seharusnya membanggakan!

Keempat, saya sebagai salah satu siswa yang ditunjuk menjadi pengurus OSIS, pernah mengikuti Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD). LKTD ini diikuti semua pengurus OSIS. Materi acaranya luar biasa. Kami dituntut untuk benar-benar menjadi anak SMP yang pemberani. Saya ragu bisa bercerita banyak dalam tulisan ini. Intinya, acara ini hebat!

Kelima, pernah ketika pelajaran olahraga kami diminta untuk tidur terlentang dan rileks. Kami diajari makna tentang keheningan. Ketika pendalaman iman juga pernah, tapi kali ini duduk bersila. Kami diminta mengatur nafas, membayangkan hal-hal positif. Dan ya, bocah-bocah ndugal tadi juga melakukannya. Saya rasa ini pelajaran yang penting. Sadarkah kita bahwa kita butuh hening? Bukan sekadar tanpa suara, tapi kondisi untuk menyeimbangkan semua yang ada. Sadarkah, kawan?

Akan ada kehebatan ke enam, tujuh, delapan, dan bilangan-bilangan lain yang masih dapat dihitung. Saya cuma bisa berharap, teman-teman SMP saya (yang tidak ada satupun yang kini sering kontak dengan saya) mencapai puncak kesuksesan hidup mereka. Mereka mendapat bekal yang luar biasa ketika itu.

Tak peduli kamu lahir di keluarga bagaimana, tumbuh di lingkungan apa, kita semua punya bekal  untuk hidup lebih bermartabat. Kita punya banyak hal yang tidak dipunyai orang lain. Kita tahu lebih dulu tentang beberapa hal daripada orang lain. Semoga kamu sadar itu, kawan.

No comments:

Post a Comment

Baca Tulisan Lain