18 September 2017

Kritik atas Seorang Pebisnis di Facebook

via www.limitless.agency

“Pokoknya kalau mau memulai bisnis, niatmu harus baik dulu. Mantapkan dalam hati kalau niatmu itu untuk membantu orang, bukan untuk cari untung,” ujar pakdhe.

Sebetulnya saya tak kenal dengan sosok ini. Kulitnya gelap seperti saya, dengan garis muka yang keras. Meski dia menyebut dirinya sendiri dengan pakdhe (baca: bapak gedhe/kakaknya bapak), sebenarnya umur dia belum tua. Saya perkirakan 30 akhir atau 40 awal.
Kalau kita tidak tahu aksi-aksi besar yang dia lakukan, sudah pasti kita akan menuduh dia si besar mulut. Namun setelah tahu dari orang lain, soal bagaimana dia mengangkat perekonomian sebuah desa, memberi semangat pada orang-orang yang sudah layu, kita jadi tahu perbuatannya lebih besar dari mulutnya.

Ada banyak pelajaran yang saya dapatkan, terutama soal bisnis. Menurutnya, bisnis bukan perkara hitung-hitungan keuntungan semata. Menjadi pebisnis itu soal mental, dan berbisnis itu soal membantu orang lain. Ketika yang ada di pikiran kita saat bisnis itu hanya duit dan untung saja, dia menjamin kita tidak akan berhasil.

Dia lalu mencontohkan dirinya. Dengan modal ikhlas dan niat untuk membantu orang lain, kini dia punya dua tempat servisan komputer di Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Baginya, memiliki dua tempat servisan komputer itu berarti peluang dia untuk membantu orang lain akan lebih besar.

Tidak perlu juga memikirkan pahala atau balasan. Dia mengibaratkan hidup kita ini seperti selang air saja. Ada air yang mengalir dari “atas” melalui kita, untuk mencukupi kebutuhan orang lain. Sesederhana itu.

Awalnya sih saya tidak setuju. Bagaimana mungkin memulai bisnis kok tidak itung-itungan keuntungan? Namun lama-lama saya sepakat, tetapi dengan cara pandang yang berbeda. Saya memaknai “jangan mikir duit” itu sebagai “jangan hanya mikir duit” ketika berbisnis.

Bicara soal bisnis, saya jadi ingat seorang teman di Facebook (FB). Dia lulusan dari universitas negeri ternama di Jawa Tengah. Sampai saat ini setahu saya dia tidak bekerja pada perusahaan tertentu. Bisa ditebak, dia menjadi pebisnis. Namun rasanya bisnis yang dia jalankan tidak spesifik.

Misalnya, dulu dia sempat berjualan (memasarkan) rumah dan mobil bekas. Lalu handuk. Lalu kopi. Lalu makanan kucing. Barangkali juga menjual barang-barang lain yang tidak saya ketahui. Jadi dia menjual beragam barang. Harus diakui, tangguh juga.

Namun bukan ragam barang itu yang saya perhatikan, melainkan cara dia menulis status FB. Barangkali dia percaya soal “law of attaction” yang bicara soal sugesti, hukum tarik menarik, afirmasi, dsb. Jadi status-statusnya di Facebook malah seperti mantra. Dan tanpa tedeng aling-aling, mantra itu minta rejeki dan membuatnya jadi orang kaya.

Sepertinya dia juga ikut kelompok mentoring bisnis tertentu. Beberapa statusnya dikomentari oleh orang yang dia panggil “master”. Mereka saling memuji dan membesarkan hati. Seringkali mereka juga bicara mengenai hal-hal yang tak saya mengerti.

Apakah hasilnya memuaskan? Setahu saya sih belum. Setidaknya dia belum pamer apapun sebagaimana mantra-mantra yang dia ucapkan tiap awal tahun.

Melalui tulisan ini ijinkan saya sok tahu untuk menilai cara berbisnis—lebih tepatnya cara memasarkan—seseorang. Jadi mengapa (anggaplah) kawan saya ini belum menemukan hasil yang sesuai target?

#1 Mantra-mantra itu menakutkan

Untuk saya pribadi, kata-kata sugesti atau afirmasi yang dia tuliskan di status itu sedikit menakutkan. Parahnya, dia menggunakan akun yang sama untuk berjualan berbagai macam barang itu. Jadi bayangkan saja kemarin habis baca mantra-mantra pengundang rejeki itu, lalu pada akun yang sama keesokan harinya dia berjualan barang. Bukankah itu justru membuat pembaca/teman FB lainnya seperti “korban”?

Dia pun juga sering menuliskan impian-impiannya di status FB, yang hampir semuanya adalah soal duit dan soal menjadi kaya. Barangkali tujuannya adalah untuk menarik rejeki itu dari semesta. Tapi tahukah dia bahwa seringkali yang dimaksud dari “write your goal” itu adalah menulisnya di catatan pribadi, bukan di media sosial? Sering menulis di catatan pribadi itu membuat kita lebih sering mengenal diri, lebih mengetahui hasrat-hasrat terdalam dalam diri. Apa esensinya menulis seperti itu di media sosial? Orang-orang lalu akan membantunya dengan cara membeli barang yang dia jual? Kan agak lucu.

#2 Kalimat yang dia pilih ketika menjual barang

Misal, waktu itu dia menjual berbagai mobil bekas. Harga mobil bekas itu sangat beragam, dari belasan juta sampai ratusan juta. Tetapi dia main di harga sekitar 40 sampai 60an juta. Apakah anda bisa membayangkan mobil harga puluhan juta itu ditawarkan dengan kalimat yang seperti menawarkan sebungkus rokok? Rasanya lucu sekali ketika membaca, seakan orang itu tidak butuh waktu panjang untuk berpikir membeli mobil apa. Lagipula tampak sekali kalau dia adalah makelar mobil yang tidak paham soal mesin. Kalau sudah begitu, bagaimana orang mau tertarik?

Pernah juga dia menuliskan kalimat iklan yang menurut saya sudah cukup baik, tetapi akhir-akhirnya malah fail. Dia justru menyebutkan kalau beli barang ini akan jadi rejeki untuknya. Hadeh. Siapa sih yang akan peduli? Menurut saya sih kalimat itu tidak perlu. Alih-alih fokus pada barang dagangan yang memang menarik, calon pembeli itu justru merasa akan jadi “penyumbang rejeki” pada kawan satu itu.

Barangkali ini yang dimaksud pakdhe. Mikir soal duit terus aja nggak boleh, kok ini malah eksplisit menuliskannya di status-status.

#3 Salah lapak

Barangkali hampir separuh waktu saya untuk ngenet sambil tiduran di kamar kos habis untuk buka FB. Mengapa? Bagi saya ada banyak sekali info di sana. Saya ikut berbagai macam grup yang bertema penelitian, ilmu komunikasi, komunisme, sosialisme, atheisme, pendakian, sepeda, hingga jual beli barang umum. Dari banyaknya forum jual beli seperti itu saya merasa masih aneh ketika kawan itu menawarkan mobil bekas hanya pada status FBnya sendiri—yang lalu dia like sendiri.

Juga ketika dia berjualan rumah (waktu itu di luar Jawa). Dia juga hanya mengiklankan di statusnya sendiri. Padahal adanya grup jual beli itu menguntungkan penjual karena sudah punya pasar yang spesifik. Maksud saya adalah, kalau ingin memancing ikan lele, ya jangan mancing di laut. Kira-kira begitu.

Saya tidak tahu kawan itu akan baca tulisan ini atau tidak. Semoga tidak. Saya khawatir dia sakit hati. Saya ini bukannya membantu, bisanya kasih kritik aja. Lagipula itu kritik macam apa, wong penulisnya saja juga belum melakukan apa-apa untuk berbisnis.

Sekian.

Jatingaleh
18.09.2017

No comments:

Post a Comment

Baca Tulisan Lain