Kesan pertama ketika datang ke kota Taichung
(sekitar 2 jam perjalanan dari Taipei) adalah bangunan lawas. Saya jadi ingat
daerah pecinan di Malioboro. Bedanya, rasanya hampir sepanjang jalan besar yang
saya lewati itu pertokoan.
Ibaratnya seperti Jalan Solo di Jogja, tapi itu
seluruh kota.
Bangunan di Taichung tidak didominasi oleh
gedung-gedung tinggi. Tinggi bangunan mungkin rata-rata dua atau tiga lantai
saja. Bagian bawah digunakan untuk toko dan kesannya modern, tetapi bagian atas
masih seperti bangunan lama.
Jalanan di Taichung relatif sepi. Mobil dan sepeda
motor dapat melintas dengan sangat lancar. Anehnya, sebagian besar, atau hampir
semua, sepeda motor di sana adalah matic dengan merek Kymco.
Transportasi umum di Taichung sangat baik. Selalu
ada bus yang datang tepat waktu dengan berhenti pada halte-halte yang telah
ditentukan. Untuk naik bus kita perlu beli kartu dulu seharga 100 NT di Seven
Eleven atau Family Mart.
Sebenarnya biaya sekali perjalanan itu memakan
biaya 20 NT. Di Taichung aturan sedikit berbeda. Kita bisa gratis naik bus asal
di bawah 10 kilometer. Jadi kalau perjalanan kita di atas 10 kilometer dan masih
ingin dapat gratisan, kita harus turun dulu setiap 10 kilometer, baru nanti
naik bus yang akan datang.
Pejalan kaki sangat dimanjakan di sana. Trotoar
cenderung besar, bersih, dan nyaman sekali untuk pejalan kaki. Baik pejalan
kaki maupun kendaraan, semuanya tertib terhadap aturan.
Pemandangan yang senada saya temui juga di Taipei.
Bedanya, Taipei adalah kota yang lebih besar dengan bangunan yang mirip
Jakarta. Trotoarnya lebar dan bersih.
Hal yang aneh adalah saya jarang menemui tempat
sampah di kedua kota itu, tetapi kondisi jalanan tetap bersih. Saya tidak tahu
warga di sana pada buang sampah di mana.
No comments:
Post a Comment