Skip to main content

Lawatan Taiwan: Orang Indonesia di Taiwan


Sepertinya banyak orang Indonesia yang bekerja di Taiwan. Hanya sedikit info yang saya dapatkan mengenai profesi mereka. Dengar-dengar sebagian bekerja di pabrik, cleaning service di kantor-kantor, penjaga lansia, dan sebagainya.

 Di kota Taichung ada tempat namanya Asean Market, di situ adalah tempat nongkrongnya para pekerja dari Indonesia. Saya tidak tahu setiap hari apa mereka kumpul di situ. Kebetulan waktu itu Minggu malam dan banyak sekali orang Indonesia di sana.

Ketika rombongan sedang berjalan melewati dekat tempat itu kami disapa menggunakan bahasa Jawa. Sebagian besar logatnya pakai Jawa Timur, tidak tahu tepatnya di daerah mana.

Saya lihat mereka sangat menikmati masa muda di Taiwan. Sambil berkumpul dalam lingkaran mereka bawa gitar lalu nyanyi bersama-sama. Tak lupa, sambil merokok.

Selain pekerja dari Indonesia, ternyata ada banyak juga pelajar dari Indonesia. Mereka ambil S1 maupun S2 di beberapa universitas yang cukup terkenal di sana.

Kebetulan kami punya kerjasama dengan beberapa universitas di sana, salah satunya adalah Tunghai University di kota Taichung. Universitas satu ini amat sangat membantu kami.

Mereka memesankan bus untuk keperluan mobilitas kami selama di Taiwan. Selain itu mereka juga menugaskan mahasiswa-mahasiswa Indonesia untuk mendampingi kami selama bepergian.

Terus terang, saya sangat terkesan dengan kebaikan mereka. Sebagian dari mereka adalah mahasiswa yang baru semester dua kuliah, tetapi cara berpikir, bertindak, dan melayani sesama orang Indonesia ini sudah sangat profesional. Sungguh saya salut sekali.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.