"Saudara saya tentara semua, saya dulu kepingin tapi tidak ada biaya. Tapi kerja begini juga melebihi tentara, 24 jam saya diminta tolong saya siap komandan!” ujar Kamso menirukan gaya hormat ala militer sambil tertawa.
A. R. Sanjaya
Pak Kamso, begitu warga sekitar Desa Kwarasan mengenali dan menyebut laki-laki yang sudah cukup umur ini. Sosoknya mudah dikenali di antara warga sekitar Desa Kwarasan, kawasan yang terletak di sekitar Jalan Godean km. 4,5 Yogyakarta. Tingginya sekitar 160 sentimeter, berkumis hitam lebat namun tertata rapi, dan yang mudah untuk dikenali adalah pakaian sehari-hari yang ia kenakan: doreng, alias seragam militer TNI Angkatan Darat.
“Ini semua asli, mas. Di rumah masih ada banyak. Semua pemberian tentara-tentara yang tinggal di perumahan.” tuturnya.
Pakaian itu selalu ia kenakan tiap ber’dinas’, layaknya tentara. Bedanya adalah ‘senjata’ yang melekat pada pekerjaannya, ia setidaknya membawa dua benda: gergaji dan arit.
“Hampir tiap hari ada saja yang minta saya membersihkan halaman rumah dan merapikan pohon.” katanya.
Pekerjaannya tidak hanya itu, malam sampai pagi hari ia menjaga keamanan di beberapa ruas jalan di perumahan Griya Arga Permai. Tiap bulan pemilik rumah memberi uang keamanan kepada Kamso.
Selain memegang keamanan di perumahan, ia juga menjadi kepala keamanan pada sebuah gedung di daerah Besole Raya, sebelah Desa Kwarasan. Gedung itu sering dipakai untuk acara resepsi pernikahan.
Meski hanya lulusan SD ia menganggap dirinya memang lebih pintar dari anggota keamanan yang lain. Kepintaran ini juga sering diungkapkan oleh teman-teman yang dulu mengalami latihan militer bersama dengannya. Menurut ia teman-teman seangkatan itu kini bahkan ada yang sudah tidak punya pekerjaan.
“Saya terkenal di mana-mana. Coba tanya nama Kamso di sana, pasti orang-orang tahu.” katanya sambil menunjuk ke arah barat, desa sebelah.
Kamso memang sangat percaya diri. Itu juga karena dia merasa memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang-orang lain yang juga bekerja menjadi penanggung jawab keamanan bersama dengan ia. Kamso memiliki sertifikat resmi dari pendidikan militer yang pernah ia alami sekitar tahun 1980-an. Menurut ia satpam-satpam yang bekerja di perumahan belum tentu punya sertifikat.
“Mereka modal seragam saja. Makanya sekarang bed tulisan polisi harus dilepas, karena itu tidak resmi. Kecuali yang punya sertifikat.” jelasnya.
Hal ini juga yang membuat para tentara mau memberikan seragam yang sudah tidak pernah dipakai kepada Kamso. Ia mengaku mendapat seragam dari berbagai kesatuan, bahkan ia mengaku juga mendapatkan seragam polisi.
“Saya terkenal di mana-mana. Coba tanya nama Kamso di sana, pasti orang-orang tahu.” katanya sambil menunjuk ke arah barat, desa sebelah.
Kamso memang sangat percaya diri. Itu juga karena dia merasa memiliki kelebihan dibandingkan dengan orang-orang lain yang juga bekerja menjadi penanggung jawab keamanan bersama dengan ia. Kamso memiliki sertifikat resmi dari pendidikan militer yang pernah ia alami sekitar tahun 1980-an. Menurut ia satpam-satpam yang bekerja di perumahan belum tentu punya sertifikat.
“Mereka modal seragam saja. Makanya sekarang bed tulisan polisi harus dilepas, karena itu tidak resmi. Kecuali yang punya sertifikat.” jelasnya.
Hal ini juga yang membuat para tentara mau memberikan seragam yang sudah tidak pernah dipakai kepada Kamso. Ia mengaku mendapat seragam dari berbagai kesatuan, bahkan ia mengaku juga mendapatkan seragam polisi.
Meski punya banyak simpanan pakaian dinas militer, ia tidak pernah sekalipun mau meminjamkan pakaian itu kepada orang lain.
Sambil serius Kamso menjelaskan, “Pernah ada yang mau pinjam, tidak saya kasih. Nanti kalau dipakai macam-macam kan bisa dilacak, saya yang kena.”
Selain seragam tentara, ternyata ia juga mendapat pemberian atribut-atribut tentara dan polisi lainnya, seperti sepatu, topi, tongkat, pisau komando, dan sebagainya. Atribut itu ia simpan dan rawat dalam rumah.
Sambil serius Kamso menjelaskan, “Pernah ada yang mau pinjam, tidak saya kasih. Nanti kalau dipakai macam-macam kan bisa dilacak, saya yang kena.”
Selain seragam tentara, ternyata ia juga mendapat pemberian atribut-atribut tentara dan polisi lainnya, seperti sepatu, topi, tongkat, pisau komando, dan sebagainya. Atribut itu ia simpan dan rawat dalam rumah.
Meski wajahnya terlihat menyeramkan dengan rambut cepak dan kumis hitam tebal, Kamso adalah sosok yang disukai oleh warga sekitar Kwarasan. Itu nampak dari tiap dia berjalan atau sedang bekerja selalu ada warga yang lewat lalu berhenti untuk bercerita atau sekadar bercanda.
“Kalau yang tidak kenal mungkin takut karena kumis ini.” katanya sambil merapikan kumis yang sudah dimiliki sejak ia masih muda.
Pernah ada cerita menarik mengenai kumis yang ia miliki ini. Pernah ada dua orang tetangganya yang taruhan apakah kumis Kamso ini asli atau palsu. Akhirnya mereka berdua menarik kumis Kamso, dan mereka membuktikan bahwa itu kumis asli. Ia menceritakan itu sambil tertawa mengenang cerita tentang kumis yang ia banggakan.
Siang itu ia membawa gerobak, isinya sudah penuh oleh dahan-dahan pohon yang ia potong dari halaman rumah pelanggannya. Gerobak itu nampak berat, namun tubuh tua itu juga masih tampak begitu kuat.
“Saya tidak merokok dan tidak suka mabuk, makanya saya kuat. Mungkin juga kumis ini yang bikin tetap kuat...” katanya sambil tertawa dan berjalan menuju halaman rumah yang lain. (*)
“Kalau yang tidak kenal mungkin takut karena kumis ini.” katanya sambil merapikan kumis yang sudah dimiliki sejak ia masih muda.
Pernah ada cerita menarik mengenai kumis yang ia miliki ini. Pernah ada dua orang tetangganya yang taruhan apakah kumis Kamso ini asli atau palsu. Akhirnya mereka berdua menarik kumis Kamso, dan mereka membuktikan bahwa itu kumis asli. Ia menceritakan itu sambil tertawa mengenang cerita tentang kumis yang ia banggakan.
Siang itu ia membawa gerobak, isinya sudah penuh oleh dahan-dahan pohon yang ia potong dari halaman rumah pelanggannya. Gerobak itu nampak berat, namun tubuh tua itu juga masih tampak begitu kuat.
“Saya tidak merokok dan tidak suka mabuk, makanya saya kuat. Mungkin juga kumis ini yang bikin tetap kuat...” katanya sambil tertawa dan berjalan menuju halaman rumah yang lain. (*)
[Tulisan di atas adalah hasil percakapan antara penulis dengan tokoh utama]
No comments:
Post a Comment