Skip to main content

Jreng

begini cara kerja ingatan, sayang
kursi tamu budhe dan ciuman pertama
jok motor bebek yang sisa banyak
pelukmu erat pada pinggang
seragam putih biru dan nilai 10

sosok yang bicara dari masa lalu tapi
gemanya masih terurai dalam tiap kucekan
tanganmu ke pakaian yang tiap hari kau
cuci sehabis mandi

inginlah menggondolmu dengan paksa
ke jalanan licin stockholm pinggir pantai
dan napak tilas ke cardiff yang ramai
suara bule beraksen british kental

tapi itu jauh dari jatiningsih..
terlalu jauh

“wajar, aku butuh teman..”
“iya..”
“tenang, it’s so yesterday..”
“iya..”

lalu aku diam dan melihat kotoran hitam di kuku
kalau kucungkil dalam.dalam nanti malah luka
atau semakin dalam
lantas makin banyaklah hitam.hitam yang hinggap

sementara angin bersenandung kecut sambil
sembunyi macam pengecut

“Hold back the night.. light up the sky..”

jreng.

Sleman dini hari
16122016

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.