15 December 2016

SAMI ASIH GROUP

aku masih duduk melamun di warung
kuning merah bertirai hijau buluk itu.
warung di depan kedai jus pak lebah
yang harganya tak menyengat.

"nastel ak?" sapa pemuda Sunda
dengan mata jenaka. badannya kecil,
dengan urat-urat tangan yang
tampak jelas menghias.

"iya, sama es teh," jawabku otomatis.
tanpa sedikitpun berpikir.
persis pegawai minimarket tiap kali
pelanggan mendorong pintu kaca.

keisengan tak luput mendatangi
pembeli. sering si aa' menaruh
sepasang sendok di satu piring,
dan sepasang garpu di piring pembeli lain.
mereka lantas makan dengan muka masam
meski terhibur. sedikit.

tapi, itu dulu. tujuh tahun yang lalu.
kala warung ini masih kumuh; dengan
alas tanah yang becek di kala hujan.

tiap tahun gadjah mada menahbiskan
putra-putrinya jadi sekrup pabrik yang
luar biasa handal menjalankan negeri ini.

rupanya, seiring pembeli berganti, 
pemuda jenaka itu berganti pula.
dengan rela, ataupun terpaksa.

lantai warung kini keras. dinding bambu
juga berganti semen angkuh. es tehku
tak lagi manis, dan nastel kita kurang
berminyak.

bagaimanapun, aku masih duduk di situ. 
melamun. sambil menerka-nerka apa lagi hal
yang akan berganti di hidup.

semoga bukan kejenakaan kita.


Yogyakarta,
tanggal akhir yang semoga


No comments:

Post a Comment

Baca Tulisan Lain