21 July 2011

Utang Lawu

“…oh ya, satu lagi, kita harus jujur pada diri sendiri.”, kataku kepada teman-teman sore itu. Kami duduk bersama untuk membicarakan persiapan naik Gunung Lawu. Beberapa tahun lalu ketika SMA kami pernah naik beberapa gunung, kami agaknya rindu untuk mengulang kembali.

Perjalanan pagi itu dimulai dari Stasiun Lempuyangan. Seperti biasa, menuju Stasiun Balapan dan kemudian berjalan ke Terminal Tirtonadi. Dari sana kami carter mobil sampai Tawangmangu dan oper mobil ke arah basecamp Cemoro Sewu.


Kami bersembilan: Gida, Gultom, Sam, Chaki, Gunung, Warih, Sidhi, saya, dan satu-satunya perempuan: Yulia. Ketika sampai di basecamp kami langsung beristirahat, minum kopi, tanya-tanya, dsb. Dalam salah satu aktivitas itu kami mendapati ada larangan-larangan ketika naik gunung. Sebenarnya ada satu larangan yang kami langgar, tapi tak apalah, kami berpikir rasional.

Kami mulai naik pukul 19.00 dengan saya sebagai leader. Dan hal yang bagi saya memalukan mulai terjadi. Karena tak pernah berolahraga, saya sering minta rombongan untuk berhenti. Nafas saya tersengal-sengal, kaki terasa sangat berat. Kemudian saya minta teman lain untuk menjadi leader, Gultom.

Tak berubah banyak, saya masih sering minta untuk berhenti mengistirahatkan kaki dan mengatur nafas. Tiap kali mulai berjalan lagi, ada teman di belakang berteriak-teriak. Untuk menyemangati teman lain, mungkin juga untuk diri sendiri.

Pos I kami lewati dengan berkali-kali istirahat. Perjalanan Pos I menuju Pos II rasanya perjalanan yang amat panjang. Sampai Pos II kami sempat membuat kopi untuk menghangatkan dan istirahat sejenak. Saat itu udara sudah menusuk. Entah berapa suhunya.

Kami jalan lagi, dan baru beberapa menit berjalan teman di bagian belakang minta berhenti. Ternyata dia kram di bagian paha, kedua kakinya. Setelah berpikir-pikir, akhirnya kami memutuskan untuk berhenti saja di Pos II.

Kompor dinyalakan untuk membuat mi. Dua kompor sekaligus bahkan. Saya merasakan keakraban luar biasa ketika itu. Namun ketika suatu saat terdiam, saya merasa malu. Bukan malu kepada orang lain. Saya malu pada diri sendiri.

Dan rasa malu ini bertambah ketika saya menata matras untuk tidur. Di atas matras itu tertulis: “Puncak Lawu 10-11 Agustus 2007”. Ya, tanggal itu saya pernah menggapai puncaknya. Tetapi 15-16 Juli 2011 ini hanya mencapai Pos II.

Yah, mungkin benar kata orang. Aktivitas mendaki gunung itu bukan menaklukkan gunung, namun menaklukkan diri sendiri. Akhirnya kami berhutang untuk menaklukkan diri lagi, mungkin dekat-dekat ini.

No comments:

Post a Comment

Baca Tulisan Lain