Skip to main content

huft..

Ini saya salinkan berita dari kompas.com
Pendemo di MK: Lapar Ini, Nasi Kotaknya Kok Enggak Ada?
JAKARTA, KOMPAS.com—Ratusan pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dari Gerakan Rakyat Dukung (Gardu) Prabowo berdesak-desakkan saat jam makan siang. Mereka meminta logistik makanan nasi kotak yang disediakan panitia. 

Berdasarkan pantauan
 Kompas.com, Jumat (15/8/2014), tepat di pagar pintu masuk Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, massa mengantre untuk mendapatkan makanan berupa nasi kotak dari panitia. 

Kotak nasi berwarna putih itu jadi incaran pendukung yang mengaku sudah berpanas-panasan dan ikut berorasi sejak pagi hari. Mereka terlihat berdesak-desakan dan saling mendorong untuk mendapatkan makanan itu.
 

Panitia yang memberi makanan pun akhirnya menertibkan dan mereka diberi syarat untuk mengantre. Para pendukung calon presiden nomor urut satu ini pun menuruti. Mereka diperingatkan hanya boleh menerima satu kotak nasi.
 

"Antre, nanti kami kasih," ucap perwakilan panitia kepada massa.
 

Namun, banyaknya pendukung Prabowo membuat persediaan nasi kotak habis. Hal ini sempat diucapkan pendukung lain yang mengantre. Mereka mengeluhkan keberadaan panitia yang tidak memberi nasi kotak.
 

"Dari pagi kita
 dibeginiin. Ini nasi kotak habis. Pengurusnya gimana sih, emang?" ucap seorang ibu sambil mengantre. 

"Lapar ini. Nasi kotaknya kok enggak ada?" ucap seorang lainnya.

Penulis
: Adysta Pravitra Restu
Editor
: Ana Shofiana Syatiri


Ada beberapa hal menarik yang  bisa dibahas. 1) Massa pendukung Prabowo-Hatta yang ‘direndahkan’ dengan berita; 2) Panitia aksi yang tidak siap nasi kotak; 3) Kompas.com yang sengaja memuat berita yang, maaf, murahan; dan 4) yang lain-lain.

Kali ini saya hanya bahas satu hal yang bikin mual sejak dari awal baca tulisan. Mohon perhatikan tiga paragraf awal dari berita di atas. Rasakan bagaimana pengulangan-pengulangan itu membuat risih. Saya mengusulkan, reporter dan editor perlu lebih belajar menulis deskripsi, bukan memanjangkan kalimat, apalagi mengulang-ulang. Secara umum, mungkin teman-teman perlu belajar menulis lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.