Mana yang lebih efektif membakar kalori? Mana
yang lebih efektif menurunkan berat badan? Mana yang lebih efektif membakar
lemak? Bla.. bla.. bla..
Pertanyaan
seputar itu sering kita dengar. Saya juga pernah bertanya soal itu ke Google
dan Youtube. Banyak netizen, berarti banyak jawaban. Kendati begitu, sebagian
besar dari mereka merujuk ke riset-riset yang menunjukkan bahwa jogging lebih
efektif untuk membakar kalori. Namun untuk keperluan rekreasi, bersepeda tak
tertandingi.
Nyai
Ontosoroh, tokoh rekaan novelis sangar Pramoedya Ananta Toer, mengatakan, “Berbahagialah
dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan
maju karena pengalamannya sendiri.” Maka saya mencari jawab sendiri dan
berusaha merefleksikannya dalam tulisan ini.
Sekitar
dua tahun yang lalu saya agak rutin (( agak rutin )) jogging. Jogging ya, bukan lari. Setahu saya sih itu soal
kecepatan. Anda yang tahu soal kesehatan dan tubuh manusia barangkali lebih
bisa menjelaskan soal denyut nadi, ketahanan jantung, dan sebagainya. Sebagai
orang awam saya hanya bisa mendeskripsikan jogging itu lari-lari kecil,
lari-lari lambat, atau seperti lari tapi speednya kalah dari atlet jalan cepat.
Halah.
Ketika
saya rutin jogging, rasanya memang luar biasa keren. Kalau jogging pagi tubuh
rasanya ‘on’ terus sampai tengah malam. Kalau jogging sore, pagi-pagi bangun
bisa segar dan langsung melek. Hingga suatu saat saya mulai jarang dan berhenti
jogging karena satu dan banyak hal. Ringkasnya, saya malas.
Namun
saya tak berhenti baca-baca soal olahraga ini, terutama marathon dan trail running. Barangkali saya telanjur
punya impian untuk menyelesaikan kedua jenis tantangan ini. Satu hal yang saya
tekankan dalam benak saya ketika jogging adalah ini soal mental. Namun ketika
dipraktikkan ternyata nggak juga, ini juga soal fisik. Persiapan itu perlu. Ketika
kita sudah rutin jogging, mental kita semakin jadi, mental kita makin kuat
untuk menyelesaikan jarak yang kian hari kian bertambah.
Lalu
sekitar dua bulan lalu saya beli sebuah sepeda entry-level. Harganya tidaklah mahal, tetapi cukup untuk saya yang
seorang pemula dalam bersepeda. Ketika bersepeda rasanya makin keren, karena
dalam waktu sekian jam saja kita sudah bisa sampai mana-mana. Selain itu lebih
fleksibel soal waktu kalau dibanding jogging. Menjelang maghrib bisa tuh
bersepeda keliling kota. Coba bayangkan ganti kata bersepeda dengan jogging, kan
rasanya aneh dan tidak aman.
Saya
membayangkan, impian bisa lari marathon (42-an kilometer) dan trail running (rencananya sih Merbabu
via Selo) akan tercapai dengan latihan sepeda ini. Namun rupanya saya bukan
atlet yang bisa olahraga berjam-jam di jalur yang nanjak. Saya hanya sepedaan
satu jam, itu saja di jalan yang datar. Jelas sekali porsi latihannya kurang.
Hal itu
jelas terasa ketika akhir bulan lalu saya ikut event lari—setelah beberapa
bulan tidak jogging. Belum ada jarak 5 kilometer, kaki rasanya lelah sekali. Padahal
saya sudah rutin bersepeda.
Setelah
saya baca-baca dan rasakan, ternyata memang otot yang digunakan serta tekanan
yang diterima tubuh ketika jogging dan bersepeda memang berbeda. Ketika
bersepeda, kita hampir tidak merasakan hentakan pada sendi, berbeda dengan
ketika jogging.
Maka
terhitung sejak pagi ini saya berniat mulai rutin jogging lagi untuk
membiasakan kaki menerima tekanan dan hentakan. Kemudian dengan tetap bersepeda
untuk menambah stamina dan rekreasi.
Jadi
kalau pertanyaannya “lebih pilih jogging atau bersepeda?”
Saya
akan jawab dua-duanya.. J
No comments:
Post a Comment