cinta dan benci
kita berjalan di satu kutub ke kutub lain
pada jalan cinta kita bawa benci
pada jalan benci kita bawa cinta
kala tidak jalan, kita tak bawa apa.apa dan sudah itu mati
tak selalu kita bisa pilih mereka,
angkut semuanya !
28 December 2016
17 December 2016
Seperti Kucing
“I wish my God you’d stay, kanca kenthelku..”
seperti kucing putih yang selalu diusir bapak di teras depan rumah tiap
pagi. tak peduli betapa kotor dan berdebunya teras rumah kami, kursi paling
timur selalu jadi tempat tidurnya. dia hanya pergi sebentar tapi pasti kembali
lagi. tiap kali dia pergi selalu ada jejak tapak kaki kucing yang aku tak tahu
bagaimana caranya meninggalkan jejak menjemukan itu
gagang sapu
semprotan air
guyuran gayung
bentakan serak kasar
kurang satu yang belum kami lakukan: meracuninya
sebangsat.bangsatnya kucing itu, kami tak mungkin membunuhnya. perlahan
atau secepat kilat, kejam atau penuh kasih, pokoknya tak mungkin. di leher
kucing putih ngantukan itu ada kalung merah dengan lonceng kecil, tanda kalau
dia dimiliki oleh suatu kampret yang lebih pantas mengakhiri hidupnya
“Just enjoy your life, kanca kenthelku..”
seperti kucing putih yang egois dan tak pernah tak terlihat mengantuk
di teras depan rumah. dia bangun hanya untuk mengolet dan mengubah posisi
tidur. dari telungkup menjadi miring, dari miring menjadi telentang
“aku berangkat kerja, kamu tidur.
aku pulang kerja, kamu tidur juga.
kok penak banget uripmu cing?”
tanya ibu suatu sore.
apa jawab kucing?
dia buka mata sebentar dengan sayu, memastikan bahwa ibu bukan sosok
berbahaya untuknya, lalu kembali melanjutkan mimpinya yang tertunda tadi. ah,
di mana ikan yang di meja tadi? oh bukan, itu bukan mimpinya, dia sedang mimpi
bercinta dengan kucing cantik yang adalah putri kerajaan di barat laut sana.
“dekat danau toba,” katanya
“Just relax like always, kanca kenthelku..”
seperti kucing putih yang birahi pada bulan.bulan yang biasa bagi kami.
kala musim bercinta dia mengeong keras tanpa peduli kami bahagia atau meringkuk
sedih ditemani mendung.
suaranya sama
lapar
terangsang
marah
memohon kawin
suaranya seperti bayi menangis, padahal dia ingin kawin. barangkali
seperti desahan.desahan kita waktu dewa cinta sedang memahat nikmat di tubuh
yang sebentar ini
aku ingin
ingin
kekancan sing luwih kenthel
16 December 2016
Jreng
begini cara kerja
ingatan, sayang
kursi tamu budhe dan
ciuman pertama
jok motor bebek yang
sisa banyak
pelukmu erat pada pinggang
seragam putih biru
dan nilai 10
sosok yang bicara
dari masa lalu tapi
gemanya masih terurai
dalam tiap kucekan
tanganmu ke pakaian
yang tiap hari kau
cuci sehabis mandi
inginlah menggondolmu
dengan paksa
ke jalanan licin
stockholm pinggir pantai
dan napak tilas ke
cardiff yang ramai
suara bule beraksen
british kental
tapi itu jauh dari
jatiningsih..
terlalu jauh
“wajar, aku butuh
teman..”
“iya..”
“tenang, it’s so
yesterday..”
“iya..”
lalu aku diam dan
melihat kotoran hitam di kuku
kalau kucungkil
dalam.dalam nanti malah luka
atau semakin dalam
lantas makin
banyaklah hitam.hitam yang hinggap
sementara angin
bersenandung kecut sambil
sembunyi macam
pengecut
“Hold back the
night.. light up the sky..”
jreng.
Sleman dini hari
16122016
15 December 2016
BUKAN DESEMBER
: teringat mariyah dan jabang bayinya
bukan desember gerimis ini yang meletupkan aroma.aroma sepi mengharu biru di antara sepatu tracking penuh lendutmu, tetapi adalah sesembahanmu yang kepada pencipta yang memekakkan cuping telinga bayi yang baru lahir prucut dari rahim bundanya yang kesakitan
engkau maha besar !
engkau pantas dibela !
monas, bandung, spanduk, nista, dan deretan kata.kata sakti lainnya sigap memenuhi lini masa atas kuasa ujung pena penulis. semacam tsunami kata dan informasi yang sama sekali tak bikin harga sayuran bawang dan cabai naik lalu memantaskan hidup petani kecil (?)
pun juga pekikan gantung ! bunuh ! sate ! sekarang juga ! kepada si kafir yang diam.diam membangun persinggahan suci dan menjernihkan sungai.sungai yang mengalir menuju muara kepala batumu
bukan desember gerimis ini yang melahirkan gemertakan gigi susu dan kerutan ujung jari yang mati dilahap dingin, tetapi adalah perginya kesehatan akal yang tergusur oleh tarik.tarikan antara: benci dan hasrat cari muka di hadapan sesembahanmu
sementara air mata kecewa kau sebut drama
sementara hari penghakiman betul.betul telah tiba dan memenjarakan keluasan akal yang melekat pada diri sejak sel sperma bapakmu merangsek masuk ke sel telur ibumu
damai yang kau lontarkan tak lebih dari kemenangan egomu, yang juga kedigdayaan politik milik daun.daun muda penuh kepentingan yang merasa layak kau pilih jadi pemimpin
adalah desember gerimis ini yang tak memadamkan api intoleranmu
dan ya, adalah desember gerimis ini yang melahirkan penista Allah yang kelak (?) mati tergantung di kayu salib dengan ribuan luka menganga di sekujur tubuh
semoga persalinanmu lancar, dewi mariyah
bersiaplah menerangi gelap ini, tus. toss !
Jalan Kabupaten Sleman,
bersama olah.olahan daun
bukan desember gerimis ini yang meletupkan aroma.aroma sepi mengharu biru di antara sepatu tracking penuh lendutmu, tetapi adalah sesembahanmu yang kepada pencipta yang memekakkan cuping telinga bayi yang baru lahir prucut dari rahim bundanya yang kesakitan
engkau maha besar !
engkau pantas dibela !
monas, bandung, spanduk, nista, dan deretan kata.kata sakti lainnya sigap memenuhi lini masa atas kuasa ujung pena penulis. semacam tsunami kata dan informasi yang sama sekali tak bikin harga sayuran bawang dan cabai naik lalu memantaskan hidup petani kecil (?)
pun juga pekikan gantung ! bunuh ! sate ! sekarang juga ! kepada si kafir yang diam.diam membangun persinggahan suci dan menjernihkan sungai.sungai yang mengalir menuju muara kepala batumu
bukan desember gerimis ini yang melahirkan gemertakan gigi susu dan kerutan ujung jari yang mati dilahap dingin, tetapi adalah perginya kesehatan akal yang tergusur oleh tarik.tarikan antara: benci dan hasrat cari muka di hadapan sesembahanmu
sementara air mata kecewa kau sebut drama
sementara hari penghakiman betul.betul telah tiba dan memenjarakan keluasan akal yang melekat pada diri sejak sel sperma bapakmu merangsek masuk ke sel telur ibumu
damai yang kau lontarkan tak lebih dari kemenangan egomu, yang juga kedigdayaan politik milik daun.daun muda penuh kepentingan yang merasa layak kau pilih jadi pemimpin
adalah desember gerimis ini yang tak memadamkan api intoleranmu
dan ya, adalah desember gerimis ini yang melahirkan penista Allah yang kelak (?) mati tergantung di kayu salib dengan ribuan luka menganga di sekujur tubuh
semoga persalinanmu lancar, dewi mariyah
bersiaplah menerangi gelap ini, tus. toss !
Jalan Kabupaten Sleman,
bersama olah.olahan daun
SAMI ASIH GROUP
aku masih duduk melamun di warung
kuning merah bertirai hijau buluk itu.
warung di depan kedai jus pak lebah
yang harganya tak menyengat.
warung di depan kedai jus pak lebah
yang harganya tak menyengat.
"nastel ak?" sapa pemuda Sunda
dengan mata jenaka. badannya kecil,
dengan urat-urat tangan yang
tampak jelas menghias.
dengan mata jenaka. badannya kecil,
dengan urat-urat tangan yang
tampak jelas menghias.
"iya, sama es teh," jawabku otomatis.
tanpa sedikitpun berpikir.
persis pegawai minimarket tiap kali
pelanggan mendorong pintu kaca.
tanpa sedikitpun berpikir.
persis pegawai minimarket tiap kali
pelanggan mendorong pintu kaca.
keisengan tak luput mendatangi
pembeli. sering si aa' menaruh
sepasang sendok di satu piring,
dan sepasang garpu di piring pembeli lain.
mereka lantas makan dengan muka masam
meski terhibur. sedikit.
pembeli. sering si aa' menaruh
sepasang sendok di satu piring,
dan sepasang garpu di piring pembeli lain.
mereka lantas makan dengan muka masam
meski terhibur. sedikit.
tapi, itu dulu. tujuh tahun yang lalu.
kala warung ini masih kumuh; dengan
alas tanah yang becek di kala hujan.
kala warung ini masih kumuh; dengan
alas tanah yang becek di kala hujan.
tiap tahun gadjah mada menahbiskan
putra-putrinya jadi sekrup pabrik yang
luar biasa handal menjalankan negeri ini.
putra-putrinya jadi sekrup pabrik yang
luar biasa handal menjalankan negeri ini.
rupanya, seiring pembeli berganti,
pemuda jenaka itu berganti pula.
dengan rela, ataupun terpaksa.
pemuda jenaka itu berganti pula.
dengan rela, ataupun terpaksa.
lantai warung kini keras. dinding bambu
juga berganti semen angkuh. es tehku
tak lagi manis, dan nastel kita kurang
berminyak.
juga berganti semen angkuh. es tehku
tak lagi manis, dan nastel kita kurang
berminyak.
bagaimanapun, aku masih duduk di situ.
melamun. sambil menerka-nerka apa lagi hal
yang akan berganti di hidup.
melamun. sambil menerka-nerka apa lagi hal
yang akan berganti di hidup.
semoga bukan kejenakaan kita.
Yogyakarta,
tanggal akhir yang semoga
02 December 2016
Hati Orang, Siapa yang Tahu?
Hanya mau mencatat saja kalau hari ini (2/12) ada aksi super damai di
kawasan Monas, Jakarta. Bentuk aksi tersebut adalah salat Jumat bersama. Dari sejumlah
informasi yang beredar di lewat online (awas HOAX!) jumlah peserta bisa
mencapai 2 hingga 3 juta orang.
Jelas, ini peristiwa luar biasa. Hampir semua media meliput, termasuk
media-media internasional. Beberapa kedutaan juga bereaksi dengan meningkatkan
keamanan.
Bagaimanapun, sebagai pemuda pengangguran di sebuah kota kecil, saya
merasa perlu untuk mencatat beberapa hal.
Istilah Aksi
Ketua GNPF MUI Habib Rizieq dalam siaran pers Jumat (25/11) lalu
mengatakan bahwa ini adalah aksi super damai. Beberapa media turut menyebut
aksi ini juga dengan istilah “aksi super damai,” ada juga yang menyebutnya “aksi
damai” saja.
Presiden Jokowi menyebutnya berbeda. "Kan gak ada demo, siapa
bilang akan ada demo. Yang ada doa bersama, bukan demo ya," tegasnya di
depan para awak media.
Setahu saya, hanya Kompas TV yang turut menyebut aksi 212 ini (istilah
apa lagi ini) dengan “doa bersama.” Barangkali ada media lain yang menyebut
serupa, mohon dikoreksi.
Ada yang bilang aksi Bela Islam III. Aksi 212. Tampaknya kalau ini mau
dijadikan sejarah, memang perlu ada penyeragaman ya. Atau nggak perlu? Kayaknya
generasi ini udah jengah sih dengan penyeragaman, tapi enggak tahan juga dengan
keberagaman. Ah sudahlah.
Salkus
Seperti biasa, selalu ada yang bikin salkus alias salah fokus. Pertama,
tentu saja, payung biru yang digunakan Jokowi dan rombongannya untuk melindungi
diri dari rintik hujan yang menemani untaian doa.
Oh ya, dengar-dengar sudah ada open order. Payung warna biru di luar,
abu-abu di dalam. Serius? Setelah jaket bomber? Yeah, ini serius.
Kedua, bapak polisi ganteng yang bagi-bagi air mineral. Dilihat-lihat
emang ganteng sih, beliau putih dan bersih gitu. Namun saya belum tertarik,
sejauh ini saya masih terangsang kalau lihat perempuan saja.
Ketiga, keempat, kelima, keenam, silakan tambahi sendiri.
Kalau ada salah fokus, lantas fokusnya apa? Sekadar mengingatkan saja,
Habib Rizieq menuturkan, "Target kami adalah tetap saudara Basuki Tjahaja
Purnama ditahan."
Dengan cara gelar sajadah, salat Jumat bersama, berdoa dan menyebut
kebesaran nama Sang Pencipta, dengan tujuan hukum yang spesifik: Ahok ditahan.
Tentu saja, aksi super damai ini tak hanya berisi doa bersama seperti
yang dibilang Presiden Jokowi. Bagaimanapun, ini adalah bagian dari unjuk rasa,
lengkap dengan yel-yelnya: “Tangkap tangkap tangkap si Ahok. Tangkap si Ahok
sekarang juga!”
Tangkap.. hap! Oh. Bukan.. itu bang Ipul.
Pidato Kapolri
Nah, ini yang menarik. Media banyak mengabarkan soal pidato Kapolri
Jenderal Tito Karnavian yang diinterupsi. Namun bagi saya, dan tentu buanyak
orang lain, ada yang lebih menarik: cara bapak ini menyinggung KPK.
Beliau mengatakan dalam pidatonya, “Apa yang kami lakukan sudah cukup maksimal. Kenapa?
Karena bayangkan, beberapa kali juga [Ahok] diperiksa KPK tidak bisa jadi
tersangka. Tapi, setelah ditangani oleh Polri, bisa menjadi tersangka."
Tentu Anda bisa menebak kata-kata apa yang dipekikkan bersama-sama
dengan lantang oleh para peserta. Saya nggak mau nyebut. Saya Katolik.
Berrisiko dibui, bung, saya belum kawin pula.
Em.. entah apa yang ada di pikiran bapak ini. Belakangan beliau dipuji
dan diapresiasi karena berhasil mencapai kesepakatan yang sangat baik dengan
GNPF MUI. Namun saya pantau di media sosial, banyak pihak kecewa dengan
pernyataan yang satu ini. Seakan gendang perang dengan KPK ditabuh kembali....
kan ngeri.
Kebersamaan
Ini yang luar biasa. Banyak masyarakat turun tangan menyumbang apapun
yang mereka bisa. Mulai dari memasak, membagikan bekal nasi atau roti kepada
para peserta. Tak lupa konsumsi air putih yang tentu saja sangat dibutuhkan. Bahkan
panitia aksi juga menyediakan colokan listrik bagi peserta yang butuh mengisi
ulang daya baterai ponselnya. Sumber listriknya? Sumbangan pribadi. Keren kan?
Terus juga ada cerita para santri yang berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta.
Mereka berjalan bersama rombongan dan dikawal patroli macam-macam. Ini tidak
main-main, bung. Berdasarkan pencarian di Google Maps (lihat gambar di bawah),
jarak tempuh mereka bisa mencapai 270 kilometer.
Ada juga momen kebersamaan (dan tanggung jawab) yang tak kalah keren,
yaitu bersih-bersih sampah. Baik di jalur pendakian maupun di jalanan
metropolitan, hukumnya selalu sama: di
mana ada manusia, di situ ada sampah. Ya, kadang ini agak lebay. Tapi memang
betul ‘kan? Buktinya ada banyak sampah yang dipunguti bersama-sama. Ini contoh
yang baik dalam unjuk rasa. Serius. Komitmen ini patut sekali dicontoh.
Jelas, kebersamaan muncul dan terlihat. Apapun konteks dan tujuannya,
apapun cara dan modus-modusnya, nyatanya kebersamaan itu terlihat. Aksi ini
nyatanya mengundang banyak pihak untuk turut terlibat. Bukan hanya di Jakarta,
aksi serupa dikabarkan juga ada di daerah lain, bahkan di luar negeri.
Bagaimanapun, tetap ada sekelompok orang yang resisten. Mereka tak
terpengaruh. Kendati biasa ikut unjuk rasa, mereka tetap fokus pada perjuangan
mereka. Siapakah? Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) salah satunya.
Organisasi ini fokus pada isu buruh, yaitu pengupahan. Dalam setiap
aksinya, isu tersebut selalu menjadi agenda tuntutan kepada pemerintah. Isu
politik, eh, agama seperti ini, menurut mereka, tidak terkait dengan tuntutan
yang mereka perjuangkan.
“Kami memandang aksi 2 Desember sudah bergeser ke isu politik dan soal
ras, di mana banyak pihak yang terindikasi sudah sengaja ‘menggoreng’ isu aksi
tersebut untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya,” tutur Ketua KSPN Rustadi
sebagaimana dikutip wartawan Tempo.
Barangkali ini memang kuncinya:
memandang.
KSPN memandang isu penistaan ini bergeser ke isu politik dan soal ras.
Kelompok lain melihat ini murni isu politik yang diserang menggunakan isu agama
dan ras.
Sedangkan kelompok lainnya lagi, saya sendiri tak pernah tahu seberapa
banyak, memandang ini murni isu penistaan agama. Nggak ada lah itu kaitan
dengan politik dan ketakutan terhadap dominasi ras tertentu.
Soal kelompok yang terakhir, rasanya ini yang paling banyak. Setidaknya,
banyak sekali nih di teman-teman di media sosial bilang “tergetar hatiku” atau “merinding”
melihat jemaat salat Jumat bersama dalam jumlah yang sebanyak itu. Diguyur
hujan pula.
Singkatnya, para peserta aksi Bela Islam III itu berangkat dari
panasnya penistaan agama. Disejukkan oleh kebersamaan dan untaian doa. Lantas
dibakar kebencian lewat kata-kata “Tangkap Ahok!”
Tentu orang boleh memandang dan berkata macam-macam soal aksi ini.
Tapi, hati orang, siapa yang tahu? (*)
Desember di Jogja,
sembari menanti Natal
Desember di Jogja,
sembari menanti Natal
Subscribe to:
Posts (Atom)
Baca Tulisan Lain
-
Barangkali memang setiap negara tidak bisa tidak melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain. Setiap hubungan yang dijalin bisa saja memi...
-
Cerita ini diawali ketika beberapa kawan melakukan penelitian di Desa Wisata Sidoakur yang terletak di Jalan Godean. Akhirnya saya ngikut...
-
Sembah bekti kawula Dewi Mariyah kekasihing Allah, pangeran nunggil ing Panjenengan Dalem. Sami-sami wanita Sang Dhewi pinuji piyambak, saha...
-
Yellow journalism Yellow journalism bukanlah merupakan sebuah aliran jurnalisme, melainkan sebuah julukan yang diberikan oleh The New York...
-
Terima kasih, adinda :)