Dalam waktu beberapa puluh menit ini aku sudah menemukan
dua pria gagah yang berlarian untuk mengejar pintu lift yang masih terbuka.
Mereka berlarian bak waria yang sedang dikejar petugas ketika razia. Bedanya,
tidak ada guncangan dari benda-benda menggantung yang dijejalkan dengan
sengaja.
(abaikan dua kalimat sebelum ini)
Posisi kami ada di lantai empat perpustakaan pusat kampus
biru. Mereka membawa tas yang isinya berbunyi kincring-kincring ketika dipakai
berlari. Belum lagi suara karet sepatu mereka yang mendecit tiap kali beradu
dengan lantai. Intinya: mereka berisik dan tidak keren. Mbok coba berjalan yang
cool gitu. Pelan, tegap, tapi yakin dan pasti. Ha mbok yakin, mbak-mbak yang
lagi serius ngetik pun pasti bakal menoleh dan sejenak merasakan
desiran-desiran di hati mereka.
Kalaupun pintu lift terlanjur tertutup, mereka bisa turun
lewat tangga (kalau kesusu). Kan keren, turun lewat tangga sambil agak berlari
gitu. Kelihatan lincah dan bertenaga. Mbak-mbak yang melihat juga makin yakin
untuk berbagi masa depan dengan mas-mas yang simpel dan taktis.
Kalau masih tetap ingin naik lift dan nunggu lift naik
agak lama, kan bisa tuh tunggu di depan pintu lift sambil baca-baca buku. Kan
lebih keren lagi, apalagi kalau buku itu kumpulan puisi yang romantis tanpa
terkesan erotis. Persis Rangga waktu SMA.
Lalu sayup-sayup terdengar suara adzan yang menerobos
lewat sela-sela jendela di sampingku. Oh, Jumatan sudah mau dimulai. Mungkin
mereka terburu-buru saja biar tidak terlambat ikut Jumatan di masjid kampus.
Lalu aku terkejut menyadari aku malah masih diam tidak ikut berlari ke sana.
Aku lalu merasa keren karena tidak ikut-ikutan berlari, aku tidak mainstream.
Padahal aku cuma Katolik.
Perpustakaan pusat kampus biru lantai
empat. Ketika lift di sana senang naik turun..
No comments:
Post a Comment