Skip to main content

Akar Masalah yang Rumit

Masalah datang karena akar masalah.
Lalu solusi tiba untuk menghancurkan akar masalah.
Masalahnya adalah si akar masalah terlalu bodoh 
untuk menyadari  bahwa 
dirinya adalah penyebab masalah.
Si akar masalah berlagak memunculkan solusi.
Solusi itu tidak menyentuh dirinya.
Maka masalah tak kunjung pergi.
Masalah yang tak kunjung pergi itu didatangi masalah lain, 
dengan akar masalah yang berbeda.
Mirip, akar masalah itu tak kalah bodoh dengan akar masalah.
Bahkan, akar masalah itu berlagak jadi solusi.
Mana bisa menyentuh dirinya sendiri?
Maka masalah yang ini, 
dan masalah yang sebelumnya, 
akan selalu ada.
Para akar masalah itu membuat masalah.
Memang itu tugas mereka.
Maka tidak ada solusi yang lebih indah 
selain menyingkirkan akar masalah.
Mereka yang bebal, mereka yang tidak tahu diri.
Setelah itu masalah akan sirna, masalah akan selesai.
Mungkin akan datang masalah lagi.

Semoga dengan akar masalah yang lebih pandai.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.