Skip to main content

Siapa Paling Presisi?

Belum lama ini lembaga-lembaga survei dapat serangan publik. Ada yang dikatakan tidak netral, tidak independen, tidak valid, manipulasi data, cacat metode penelitian, dan sebagainya. Kisruh pokoknya.

Meski begitu, saya tetap percaya, lembaga survei ini bisa terus berjalan dan berkembang sesuai dengan jalurnya. Mereka selalu dibutuhkan oleh, setidaknya, politisi dan lembaga-lembaga untuk mengetahui persepsi publik mengenai suatu isu atau sosok. Dalam pilpres kemarin ada beberapa lembaga survei yang merilis hasil quick count mereka. Siapa yang paling presisi? Pertanyaan ini dijawab menggunakan data.


Dulu saya berharap Litbang Kompas paling presisi. Saya pernah ada ikatan emosional di sana, jadi dalam hati mengagumi :) Tapi tidak apa-apa, hasilnya mendekati sekali kok. Lagipula, hal yang lebih penting dari Litbang Kompas paling presisi adalah bagaimana para lembaga survei ini tetap bisa menjaga kredibilitas mereka di mata publik. Salut untuk semua lembaga survei yang independen!

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Rama J. B. Hari Kustanto, SJ

Super pakdhe! Sambil berbaring, dia meminta Pakdhe Hari dan saya untuk membantunya duduk di kasur. Setelah duduk di pinggiran, dia menempelkan kedua telapak kakinya di lantai dingin rumah Patangpuluhan. Sambil tetap berpegangan lengan kami, dia menyentakkan kakinya lalu berdiri. Pakdhe Hari bilang ‘Hebat!’ Lalu dia tersenyum sambil menggerak-gerakkan kakinya. Bagi saya, itu adegan terindah yang saya alami bersama Pakdhe Tanto di hari-hari akhirnya. Dia sudah mengidap sakit tumor di organ otak sejak tahun 2007. Pertengahan tahun 2007 itu, Pakdhe Tanto menjalani kemoterapi. Saya, yang masih sekolah di Muntilan, terpaksa ijin barang sehari untuk menemuinya di rumah sakit. Saya tidak begitu ingat bagaimana kondisi Pakdhe Tanto waktu itu. Namun yang saya ingat adalah dukungan semangat dan motivasi dari saudara kandung beliau. “Sesuk natalan bareng ya mas neng nggone mas Hari..” begitulah dukungan mereka. Diam-diam saya mendengar obrolan lirih yang sedih dan singkat....

Obrolan Ringan bareng Pak Manyung

Jarum jam menunjuk angka 9 malam. Seharusnya saya beristirahat, tetapi perut ini berteriak-teriak. Maka meluncurlah saya ke sebuah warung tenda pinggir jalan di Gedawang. Warung itu tak bernama. Penjualnya sih sudah pasti punya nama, tapi saya terlalu malas untuk bertanya. Jadi, istri dan saya beri nama sendiri saja: Pak Manyung. Mengapa kasih nama itu? Begini ceritanya.  

Yamaguchi Kumiko

Benar, itu nama orang Jepang. Siapakah dia sampai saya menulisnya dalam blog? Semacam bintang film dewasa asli Jepang? Atau salah satu personel grup remaja yang bernyanyi sambil berjoget?  Ah, tentu tidak.