Gambar diambil dari www.gambar-kata.com |
Akhir-akhir ini saya sering sekali buka
media sosial, mungkin karena saking "sela"nya. Suatu kali saya
membaca-baca lalu sadar kalau ada banyak sekali hal yang dilebih-lebihkan. Ini
saya beri satu contoh satu twit orang yang sedang patah hati. Dia bilang yang
intinya sedang merasa sedih karena "ditinggalkan/ diputus pacar pas lagi
sayang-sayangnya."
Saya bingung memaknai susunan kata itu.
Kenapa harus pakai "pas lagi sayang-sayangnya" gitu? Memangnya ketika
menjalin hubungan, katakanlah hubungan asmara, kita bisa dengan jelas memilah
waktu atau kondisi ketika kita sedang sayang banget, kita sedang sayang aja,
sedang biasa, sedang tidak sayang, dan sebagainya. Jelas "pas lagi
sayang-sayangnya" itu tidak menunjukkan keterangan waktu ya, tapi kondisi.
Namun, rasanya tetap aneh saja.
Mengapa tidak bilang: ditinggal padahal
masih sayang. Menurut saya, esensinya kurang lebih sama, pihak yang satu masih
berharap melanjutkan hubungan atau setidaknya masih menyimpan perasaan. Saya
melihat "pas lagi sayang-sayangnya" itu adalah sebuah kondisi rasa
yang dilebih-lebihkan. Tujuannya ya tidak lain untuk menekankan ke pemegang
akun twitter lain bahwa si penutur ini sedang patah hati pakai banget.
Itu tadi tentang pemilihan kata, yang
selanjutnya menurut saya lebih prinsipal. *tiba-tiba serius* Saya
asumsikan "pas lagi sayang-sayangnya" adalah sebuah kondisi. Kalau
logika saya tidak sesat maka ada kondisi lain selain "pas lagi
sayang-sayangnya" dalam menjalin hubungan asmara. Saya tidak tahu apa
kondisi lain itu, mungkin begitu juga dengan si penutur.
Nah, yang ingin saya tanyakan: memang
kenapa kalau diputus ketika sedang pada kondisi lain selain "pas lagi
sayang-sayangnya"? Tidak sesedih itu? Tidak patah hati sedalam itu? Bisa
cepat move on? Kenapa?
Menurut saya, yang namanya menjalin
hubungan asmara ya harus sayang. Saya tidak menerima konsep "pas lagi
sayang-sayangnya." Jika saya terpaksa menerima konsep itu, maka kondisi
"pas lagi sayang-sayangnya" seharusnya selalu ditemui pada orang yang
menjalin hubungan.
Catatan:
Setelah beberapa saat, saya baca lagi
tulisan saya di atas. Kok temanya agak tidak penting untuk dituliskan ya,
apalagi tentang hubungan asmara--yang jelas saya bukan ahlinya. Lalu saya
simpulkan sendiri, prinsip yang saya pilih mungkin terlalu idealis. Namun,
mungkin (lagi-lagi mungkin) harus begitu, biar kita tidak terjebak pada sesuatu
yang dibesar-besarkan.
No comments:
Post a Comment