Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Pilihan adalah Ilusi

cinta dan benci kita berjalan di satu kutub ke kutub lain pada jalan cinta kita bawa benci pada jalan benci kita bawa cinta kala tidak jalan, kita tak bawa apa.apa dan sudah itu mati tak selalu kita bisa pilih mereka, angkut semuanya !

Seperti Kucing

“I wish my God you’d stay, kanca kenthelku..” seperti kucing putih yang selalu diusir bapak di teras depan rumah tiap pagi. tak peduli betapa kotor dan berdebunya teras rumah kami, kursi paling timur selalu jadi tempat tidurnya. dia hanya pergi sebentar tapi pasti kembali lagi. tiap kali dia pergi selalu ada jejak tapak kaki kucing yang aku tak tahu bagaimana caranya meninggalkan jejak menjemukan itu gagang sapu semprotan air guyuran gayung bentakan serak kasar kurang satu yang belum kami lakukan: meracuninya sebangsat.bangsatnya kucing itu, kami tak mungkin membunuhnya. perlahan atau secepat kilat, kejam atau penuh kasih, pokoknya tak mungkin. di leher kucing putih ngantukan itu ada kalung merah dengan lonceng kecil, tanda kalau dia dimiliki oleh suatu kampret yang lebih pantas mengakhiri hidupnya “Just enjoy your life, kanca kenthelku..” seperti kucing putih yang egois dan tak pernah tak terlihat mengantuk di teras depan rumah. dia bangun hanya untuk meng...

Jreng

begini cara kerja ingatan, sayang kursi tamu budhe dan ciuman pertama jok motor bebek yang sisa banyak pelukmu erat pada pinggang seragam putih biru dan nilai 10 sosok yang bicara dari masa lalu tapi gemanya masih terurai dalam tiap kucekan tanganmu ke pakaian yang tiap hari kau cuci sehabis mandi inginlah menggondolmu dengan paksa ke jalanan licin stockholm pinggir pantai dan napak tilas ke cardiff yang ramai suara bule beraksen british kental tapi itu jauh dari jatiningsih.. terlalu jauh “wajar, aku butuh teman..” “iya..” “tenang, it’s so yesterday..” “iya..” lalu aku diam dan melihat kotoran hitam di kuku kalau kucungkil dalam.dalam nanti malah luka atau semakin dalam lantas makin banyaklah hitam.hitam yang hinggap sementara angin bersenandung kecut sambil sembunyi macam pengecut “Hold back the night.. light up the sky..” jreng. Sleman dini hari 1 6122016

BUKAN DESEMBER

: teringat mariyah dan jabang bayinya bukan desember gerimis ini yang meletupkan aroma.aroma sepi mengharu biru di antara sepatu tracking penuh lendutmu, tetapi adalah sesembahanmu yang kepada pencipta yang memekakkan cuping telinga bayi yang baru lahir prucut dari rahim bundanya yang kesakitan engkau maha besar ! engkau pantas dibela ! monas, bandung, spanduk, nista, dan deretan kata.kata sakti lainnya sigap memenuhi lini masa atas kuasa ujung pena penulis. semacam tsunami kata dan informasi yang sama sekali tak bikin harga sayuran bawang dan cabai naik lalu memantaskan hidup petani kecil (?) pun juga pekikan gantung ! bunuh ! sate ! sekarang juga ! kepada si kafir yang diam.diam membangun persinggahan suci dan menjernihkan sungai.sungai yang mengalir menuju muara kepala batumu bukan desember gerimis ini yang melahirkan gemertakan gigi susu dan kerutan ujung jari yang mati dilahap dingin, tetapi adalah perginya kesehatan akal yang tergusur oleh tarik.tarikan antara: benci d...

SAMI ASIH GROUP

aku masih duduk melamun di warung kuning merah bertirai hijau buluk itu. warung di depan kedai jus pak lebah yang harganya tak menyengat. "nastel ak?" sapa pemuda Sunda dengan mata jenaka. badannya kecil, dengan urat-urat tangan yang tampak jelas menghias. "iya, sama es teh," jawabku otomatis. tanpa sedikitpun berpikir. persis pegawai minimarket tiap kali pelanggan mendorong pintu kaca. keisengan tak luput mendatangi pembeli. sering si aa' menaruh sepasang sendok di satu piring, dan sepasang garpu di piring pembeli lain. mereka lantas makan dengan muka masam meski terhibur. sedikit. tapi, itu dulu. tujuh tahun yang lalu. kala warung ini masih kumuh; dengan alas tanah yang becek di kala hujan. tiap tahun gadjah mada menahbiskan putra-putrinya jadi sekrup pabrik yang luar biasa handal menjalankan negeri ini. rupanya, seiring pembeli berganti,  pemuda jenaka itu berganti pula. dengan rela, ataupun terpaksa. lantai warung kini keras. d...

Hati Orang, Siapa yang Tahu?

via republika.co.id Hanya mau mencatat saja kalau hari ini (2/12) ada aksi super damai di kawasan Monas, Jakarta. Bentuk aksi tersebut adalah salat Jumat bersama. Dari sejumlah informasi yang beredar di lewat online (awas HOAX!) jumlah peserta bisa mencapai 2 hingga 3 juta orang. Jelas, ini peristiwa luar biasa. Hampir semua media meliput, termasuk media-media internasional. Beberapa kedutaan juga bereaksi dengan meningkatkan keamanan. Bagaimanapun, sebagai pemuda pengangguran di sebuah kota kecil, saya merasa perlu untuk mencatat beberapa hal. Istilah Aksi Ketua GNPF MUI Habib Rizieq dalam siaran pers Jumat (25/11) lalu mengatakan bahwa ini adalah aksi super damai. Beberapa media turut menyebut aksi ini juga dengan istilah “aksi super damai,” ada juga yang menyebutnya “aksi damai” saja. Presiden Jokowi menyebutnya berbeda. "Kan gak ada demo, siapa bilang akan ada demo. Yang ada doa bersama, bukan demo ya," tegasnya di depan para awak media. S...

Orang di Sela-Sela

Pemandangan dari samping kamar kos Andre. Jumat sore saya duduk-duduk di teras samping kos kawan saya di Semarang, namanya Andre. Dari tempat itu saya bisa lihat pemandangan rumah dan bangunan lain yang tumbuh subur berjejalan. Di sela-sela rumah itu ada puluhan, ratusan, jalan-jalan kecil yang telah halus beraspal. Sebagaimana jalan lain di kota itu, jarang ditemui jalanan datar. Rasanya setiap kali melibas aspal kok jalannya turun atau naik, meski hanya sekian derajat saja. Sayup-sayup saya dengar suara anak-anak kecil yang tertawa riang sekali. Langit sore dan suara anak-anak kecil yang tertawa riang, bukankah itu kemegahan gratis? Saya maju ke batas pagar kos dua lantai itu dan melongok ke bawah. Terlihat gerombolan anak laki-laki yang main bola di jalan-jalan. Tentu saja, mereka pilih sepotong jalan yang agak datar. Mereka asyik sekali bermain, sambil sesekali berhenti  tatkala ada pengendara sepeda motor mau melintas. Selang dua rumah di samping are...

Dari Muke Martabak sampai Otak Penyesat: Bagaimana Rasanya Dibenci, Pak Fadli?

via Tempo.co Kamis (20/10) pukul 23:45 akun Facebook Tempo Media membagikan berita dari redaksi mereka berjudul “ Dua Tahun Jokowi-JK, Fadli Zon Beri Nilai 6, Ini Alasannya ”  Sebagai rakyat, kita tentu tahu Fadli Zon adalah salah seorang wakil rakyat dari fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya. Lebih dari itu, dia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kendati pintar, kaya, dan punya jabatan mentereng, kita juga tahu tidak semua orang menaruh hormat pada sosok satu ini. Bahkan aroma kebencian kental terasa dari dunia maya melalui kritikan yang lebih mirip hujatan. Saya tertarik untuk meringkas (=memilih) pernyataan-pernyataan hakim Tuhan warga digital tersebut. Suhermono Sunyoto | Fadli Zonk Menggonggong Jkw. Jalan terussss,anggap sj FZ itu ANJING. GILA,sebaik. Apapun yg bpk JKW buat pasti jelek dimata setan Fadli Zonk ini,ente punya kerja apa MINUS 100. Hujatan: anjing, gila, setan M Syarief Pohan | Si zonk pula yg ditanya manusia jel...

Realitas Masyarakat Religius: Saat Ini

via funnyjunk.com “Saat Ini” adalah keterangan waktu yang perlu saya garis bawahi. Kendati kita tak bisa dengan jelas membatasi keterangan tersebut, ijinkan saya memberi batasan: saat ini adalah beberapa tahun belakangan—sejauh saya punya energi untuk mencarinya di media-media online. Tetap tidak jelas bukan? Semoga tetap tidak jelas, supaya Anda sendiri bisa menambahi data yang saya kumpulkan. Selama ini tulisan-tulisan saya tentang agama adalah mengenai refleksi saya atas ajaran-ajaran agama yang pernah saya tahu. Kali ini berbeda, saya menulis tentang bagaimana belakangan ini media sedang menampilkan wajah spiritual di masyarakat Indonesia. Sayangnya, wajah itu kusam dan bermuka dua: penuh kepentingan lain—terutama soal uang dan kekuasaan. Saya mengawalinya dari cerita-cerita yang dibangun oleh seorang tokoh pemimpin spiritual yang memiliki pengikut yang tidak hanya berjumlah besar, tetapi juga loyal. Baiknya kita mulai dari: Eyang Subur ||  Nama pria kelahiran...

Tiga Tahun Lagi

via kolatinformant.com “Sepuluh tahun setelah lulus SMA, ceritakan pada saya apa yang telah kalian lakukan pada hidup kalian,” kata seorang bruder sekitar 8 tahun yang lalu. Barangkali tidak banyak yang ingat dengan kata-kata itu. Yang jelas saya tidak sedang mengada-ada biar tulisan ini berbumbu. Seingat saya, kalimat itu terucap ketika beliau sedang bicara di bangsal Asrama Putera. Saat itu muncul pertanyaan yang biasa saja: kenapa harus sepuluh tahun? Saya lalu membayangkan, mungkin karena sepuluh tahun setelah lulus SMA, usia kami sekitar 28. Usia itu adalah pertengahan usia 25 dan 30. Dengar-dengar usia 25 adalah usia rawan, ketika keputusan-keputusan besar serentak mendatangi: mulai dari karir hingga pasangan hidup. Dengar-dengar juga usia 30 adalah penentu, atau menjadi semacam target, bahwa pada usia itu kita sudah menemukan kemapanan atas keputusan yang kita ambil saat usia 25. Namun, setelah saya pikir lagi, saya memaknainya secara berbeda. Kini s...

Usia Mereka 10 Tahun di Bawah Saya

via  getpaidforsurveys.co Pada suatu riset, saya perlu mendatangi beberapa sekolah SMP dan SMA di Jogja. Mereka menjadi responden dan dimintai kerja sama untuk mengisi survei  secara online. Ada dua hal menarik yang saya temukan. Pertama, saya banyak menemukan anak-anak SMP—SMA yang tidak hapal nomor handphonenya sendiri. Ketika saya bagikan daftar presensi yang—salah satunya—memuat kolom untuk nomor handphone, banyak yang lalu membuka menu kontak dari gadget mereka, lalu mencari nomor mereka sendiri. Bagi saya—entah bagi orang lain yang segenerasi dengan saya—hal itu cukup mengejutkan. Saya lalu berkaca pada diri sendiri. Sampai sekarang saya hapal nomor handphone orang rumah—bahkan ketika sudah pada punya dua nomor. Bisa begitu karena dulu ketika mereka sudah punya ponsel, saya sendiri yang belum punya. Kalau ada apa-apa dan harus menelepon dari wartel, saya harus hapal. Barangkali itu kebutuhan saja ya. Mereka tak perlu menghapal karena tiap kali butuh ta...