Gerimis
pada matamu, tuan puteri, aku melihat hujan yang tidak deras.
orang-orang tua senantiasa bertutur ke anaknya
kalau gerimis jangan hujan-hujanan, nanti pusing
di luar gerimis, jangan ngebut, jalanan licin
gerimis itu menerjang mataku tanpa aku sempat menghindar
tubuhku jadi aliran gerimis yang suka mengajak angin mampir
dari mata, air tipis itu mengalir turun sesuai takdirnya
itulah kenapa berdada-dada gadis sendu datang kepadaku bilang
aku ingin merasakan gerimis di pelukanmu, atau
bolehkah aku mencicipi gerimis di perutmu yang berbulu?
boleh, boleh, semuanya boleh
tapi setelah ini kalian harus pergi
aku juga akan pergi kembali mencari asal muasal gerimis yang
gemar sekali menghindar dari sapuan mata ini
empat puluh tiga ribu delapan ratus hari kemudian
semenjak matamu meninggalkan noda di embun dingin muntilan
gerimis itu masih mengalir dari mataku
pada matamu, tuan puteri, aku tidak lagi melihat gerimis yang dulu;
aku hanya melihat diriku.
gerimisku masih bikin pusing dan terpeleset licin;
mari rebahan di sini, sayang.
24 January 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Baca Tulisan Lain
-
Barangkali memang setiap negara tidak bisa tidak melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain. Setiap hubungan yang dijalin bisa saja memi...
-
Cerita ini diawali ketika beberapa kawan melakukan penelitian di Desa Wisata Sidoakur yang terletak di Jalan Godean. Akhirnya saya ngikut...
-
Sembah bekti kawula Dewi Mariyah kekasihing Allah, pangeran nunggil ing Panjenengan Dalem. Sami-sami wanita Sang Dhewi pinuji piyambak, saha...
-
Yellow journalism Yellow journalism bukanlah merupakan sebuah aliran jurnalisme, melainkan sebuah julukan yang diberikan oleh The New York...
-
Terima kasih, adinda :)
No comments:
Post a Comment