Kira-kira
setahun yang lalu saya kagum dengan ide petisi online. Dulu petisi
ditandatangani oleh orang-orang secara manual. Kini dengan bantuan internet,
sebuah isu yang dipetisikan bisa ditandatangani hingga ratusan ribu orang dalam
waktu yang relatif singkat. Peserta petisi juga bisa membagikan kabar itu di
akun jejaring sosial mereka guna mendapatkan dukungan yang lebih luas.
Salah
satu platform petisi online yang populer di Indonesia adalah Change.org.
Platform ini sebenarnya bersifat internasional, dia ada di puluhan negara lain
juga selain Indonesia. Saking kagumnya
dengan petisi online dan Change.org, saya sampai menulis soal ini dalam
beberapa paper ilmiah sebagai tugas kuliah.
Kala
itu saya menganggap bahwa Change.org adalah betul-betul kepanjangan tangan dari
demokrasi. Warga bisa menekan pihak-pihak tertentu untuk melakukan apa yang
menjadi kehendak warga. Tentu saja tekanan itu terbatas ya, “hanya” dengan cara
membombardir alamat email pihak itu dengan email dari peserta petisi. Hal yang
diserang adalah kredibilitas dari pihak tertuju petisi tersebut. Sudah di”serang”
oleh ratusan ribu tanda tangan kok masih saja bebal dan tidak bergerak?
Tema
petisinya juga menurut saya keren-keren. Kalau saya tidak salah ingat beberapa
tahun ini tema-tema yang banyak muncul adalah soal lingkungan, politik, dan
kemanusiaan. Dengan tagline “Wadah Perubahan” saya melihat platform ini positif
sekali. Memang betul ada banyak perubahan, setidaknya berdasarkan apa yang
dilaporkan mereka tiap kali petisinya berhasil.
Sekarang
kondisinya agak berbeda. Bagai orang pesisir yang biasa saja tatkala melihat
laut yang indah, saya juga demikian. Saya mengernyitkan dahi ketika saya
menganggap Change.org adalah betul-betul wadah saja. Orang bisa saja sesuka
hati menganggap suatu hal memiliki tingkat kepentingan yang tak bisa lagi
ditawar, kemudian mem-petisi-kan hal tersebut untuk minta dukungan.
Saya
terkejut dengan petisi berjudul “Semua
Manusia: Memaksa Bapak Jokowi Melakukan Tes DNA sebagai Klarifikasi atas
Fitnahan NEO PKI” yang digagas oleh akun bernama Anti Pembohong.
Berikut
saya kutipkan teks pengantar di bawah judul petisi tersebut
Ini
jalan terakhir pembuktian, jangan anggap kami gila bila anda bernyali...!
Lebih
gila siapa dibanding membohongi jutaan manusia..?
Lebih
dosa mana orang yang memfitnah dengan orang yang memelihara fitnah..?
Bapak
Jokowi yang terhormat, anda jangan jadi pengecut seperti yang dimakan anakmu di
singapore. Buktikan tuduhan kami adalah fitnah dengan mengklarifikasi anda
bukan pemalsu identitas ibu kandung Sulami.
Anda
durhaka mengakui ibu kandungmu Sudjiadmi yang sesungguhnya ibu tirimu istri
kedua ayahmu si Ketua OPR PKI. Jangan malu sekalipun ibu kandungmu Wakil Ketua
Gerwani Pusat yang melahirkan adik tirimu hasil selingkuhan Michael Bimo
Putranto, agar Abraham Samad bernyali mengusut Trans Jakarta.
Apakah
anda kira dengan membredel para demonstran akan membuat kami kecut?
Anda
itu masih makan nasi pak. Kami percaya adanya Tuhan.
Anda
telah membangunkan singa tidur wahai anak PKI. Rakyat Indonesia yang merasa
anda bohongi akan terus melawan anda bila anda anggap ini cuma bualan.
Apakah
anda kira kekuasaan itu abadi?
Semakin
engkau zolimi maka akan semakin membakar keberanian kami menentangmu hei
manusia munafik.
Salam
5 jari Anti NEO PKI
Gatal
sekali rasanya ingin mengomentari setiap kata yang ditulis dalam pengantar ini.
Nantilah saya tuliskan di postingan lain. Pada postingan ini saya menekankan
pandangan saya soal Change.org yang termakan sendiri oleh penamaan wadah pada
dirinya. Bagi saya Change.org menurunkan kredibilitasnya karena melakukan
kesalahan berlapis.
Anonimitas.
Kita tahu sendirilah anonimitas ini menjadi peluang sekaligus ancaman di dunia
maya. Untuk isu sebesar ini (ini soal kepala negara, soal martabat negara,
bukankah cukup besar?) kenapa bisa meloloskan akun anonim untuk mengangkatnya?
Kabar burung. Belum dilihat pula dari latar belakang informasi ini yang
tidak jelas. Soal Jokowi yang keturunan
PKI, yang ayahnya Ketua OPR PKI dan ibunya Wakil Ketua Gerwani Pusat. Ini informasi
dari mana? Lagipula.. kalau memang Jokowi keturunan PKI lantas kenapa?
Katakanlah saya buta sejarah, tapi akuilah kalau ketakutan soal PKI (dan Neo
PKI) ini sengaja dihembuskan oleh pihak tertentu dengan agenda tertentu pula.
Logika
yang embuh. Saya tidak paham mengapa orang yang dituduh malah disuruh
membuktikan bahwa tuduhan itu tak benar? Bukannya seharusnya beban pembuktian
ada pada orang yang melontarkan tuduhan? Misalnya, saya menuduh Anda adalah
hewan. Maka saya haruslah membuktikan bahwa tuduhan saya itu benar. Saya harus
mencari bukti ciri-ciri fisik dan kemampuan kognisi yang Anda miliki itu sama
persis dengan yang dimiliki hewan. Kan yang menuduh saya, dan Anda yang kena
tuduh. Jadi Anda juga tak perlu membuktikan bahwa Anda bukanlah hewan. Bagaimana
bisa ketidakpahaman logika sesederhana ini bisa lolos di Change.org sebagai
wadah berkelas dunia?
Saya
sungguh tak paham.
Lawan hoax, sara, ujaran kebencian! Semakin hari semakin menghawatirkan saja. Kalau bukan kita siapa lagi
ReplyDeleteBagaimana caranya melawan, mas?
Delete