Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Semua Akan (P)indah Pada Waktunya

Nelayan melintasi sabuk pantai bambu di Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Emas, Semarang Utara, Rabu 6 Agustus 2014. Mayoritas kondisi sabuk pantai di pantai utara Jawa mengalami kerusakan cukup parah. | via TribunJateng: Wahyu Sulistyawan | jateng.tribunnews.com Untuk pertama kalinya saya masuk ke kawasan Universitas Diponegoro (UNDIP) di daerah Tembalang (21/10). Di sana sudah berkumpul puluhan mahasiswa dari berbagai universitas yang tergabung dalam organisasi Nationwide University Network in Indonesia (NUNI). Saya diminta untuk bicara di depan para intelektual muda ini soal penulisan kritis. Panitia sudah merancang acara ini dengan begitu baik. Mahasiswa diberi pembekalan macam-macam sebelum keesokan harinya diajak untuk observasi di daerah Tambaklorok, Semarang. Di sana mereka diajak untuk mengidentifikasi permasalahan, kemudian menelurkan ide-ide untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Kejenakaan Kerja di Jalur 2 Kilometer

via www.kompas.com Beberapa bulan ini ban sepeda motor menggelinding ke rutinitas jalur yang berbeda. Bukan lagi Jalan Godean hingga Babarsari. Ataupun Jalan Godean hingga Bulaksumur. Tetapi Jatingaleh hingga Pawiyatan Luhur. Jarak tempuhnya hanya sekitar 2 kilometer.

Oktober yang Basah di Gunung Gede

10 September malam, ketika notifikasi aplikasi obrolan di handphone berbunyi. “Jay, kalau berkenan tanggal 6 aku sama Gultom mau naik Gede. Siapa tau kita bisa mengabadikan foto lagi biar kayak orang-orang kekinian. Hehe..” Dennis, kawan semasa SMA menghubungi dengan kata-kata itu. Meski sedang meriang dan banyak kekhawatiran soal kekuatan fisik, saya sulit menolak ajakan itu. Sedangkan Gultom, adalah kawan SMA juga. Kami bertiga beberapa kali satu rombongan dalam pendakian, salah satunya ke Merapi. 14 September malam (masih meriang), akhirnya ajakan tersebut saya terima dengan semangat. Energi saya jadi melimpah ruah ketika tahu bahwa sahabat-sahabat saya yang lain (Bayu dan Gida) juga ikut dalam pendakian kali ini. “Sekalian reuni,” pikirku. Celakanya, meriang ini masih berlanjut lama. Untungnya, saya merasa betul-betul sembuh kurang dari seminggu jelang tanggal yang kami sepakati. Atas kebaikan Bayu dan Dennis, serta jasa baik om Yohanes, semua logistik kelomp...

Kebingungan yang Berakhir Omong Kosong

via www.sansbullshitsans.com Terjun langsung ke dunia pendidikan membuat pikiran saya semakin mengawang-awang. Membaca tulisan-tulisan lawas di blog ini, saya merasa dulu saya adalah mahasiswa yang idealis. Jangan salah, idealis yang saya maksud bukanlah menjadi mahasiswa yang ideal: nilai aman, aktif berorganisasi, rajin riset, doyan baca buku, produktif dalam menulis dan berkarya, jatuh cinta berkali-kali, serta tak lupa naik gunung, nongkrong setiap malam—ditemani rokok, alkohol, gitar, dan film.

Kritik atas Seorang Pebisnis di Facebook

via www.limitless.agency “Pokoknya kalau mau memulai bisnis, niatmu harus baik dulu. Mantapkan dalam hati kalau niatmu itu untuk membantu orang , bukan untuk cari untung,” ujar pakdhe. Sebetulnya saya tak kenal dengan sosok ini. Kulitnya gelap seperti saya, dengan garis muka yang keras. Meski dia menyebut dirinya sendiri dengan pakdhe (baca: bapak gedhe/kakaknya bapak), sebenarnya umur dia belum tua. Saya perkirakan 30 akhir atau 40 awal.

PENOLAKAN: Belajar dari Pram

via www.saleshacker.com Artikel hasil riset saya ditolak sebuah redaksi jurnal di bidang ilmu komunikasi. Selama beberapa waktu kekecewaan tidak bisa ditolak. Pasalnya, artikel itu saya tulis dengan serius. Datanya saya ulas menggunakan metode analisis yang baru saja saya pelajari.

Waktu dan Apa-Apa yang Ditunggu

via Kasuaris.com “Kamu selalu main aman, kan?” tanya saya serius. Kami bersahabat sejak sebelas tahun lalu. Baru tiga tahun terakhir ini dia mengungkapkan bahwa dia mencintai pria; sama seperti dirinya. “Hahahaha.. pertanyaanmu. Aku rutin periksa kok di sini,” jawabnya. Obrolan kami berlanjut hangat, lengkap dengan pisuhan (Jawa: umpatan) khas Jogja yang bersahabat. Dulu kami tinggal bersama di sebuah asrama, lalu kuliah bersama juga di kota pelajar itu. Kini kami beda pulau.

Isme yang Begitulah

[4 April 2014] Sesi terakhir biasanya melelahkan sekaligus melegakan. Waktu itu hari kedua pelatihan calon Reporter sebuah koran ternama. Pembicaranya adalah Pemimpin Redaksi. Dia bilang "the Law of AND" dalam salah satu bagian dari apa yang dia bicarakan. Dalam laporan/reportase di koran tersebut dia bilang perusahaan ini memegang prinsip QUALITY dan MONETIZING. Yang pertama bicara tentang kualitas pemberitaan yang sesuai dengan prosedur dan kaidah jurnalistik. Sesuatu yang memang seharusnya menjadi prinsip utama setiap perusahaan pers. Yang kedua, ini yang menurut saya agak kurang tepat dibicarakan di dalam ruang redaksi, yakni bagaimana membuat berita itu jadi kapital, alias duit. Ya, di dalam ruang redaksi, kami bicara tentang bisnis perusahaan ini.

Beli Isi Cutter

via www.3claveles.com Beli isi cutter adalah kesia-siaan yang tiada duanya di dunia. Barangkali tidak bagi Anda, tapi jelas benar bagi saya. Bagaimana tidak, seumur hidup ini belum ada lima kali ganti isi cutter. “Sekalian beli isi,” pikir saya tiap kali beli cutter. Nyatanya, belum sampai ganti isi, cutter itu sudah menghilangkan diri entah di mana. Pernah saya lalu bikin prakarya pakai isi cutter telanjang hanya dibungkus kaos kaki tebal di tangan. Hasilnya, saya harus mengemut (baca: mengulum. Halah) jari saya yang mengucur darah karena dicium ujungnya yang tajam. Akhirnya, saya beli cutter lagi. Baru. Murah. Tajam? Jelas. Begitu sampai rumah, gantian isi cutter yang menghilangkan diri. Takut kehabisan cutter saya kehabisan isi, akhirnya saya beli lagi. Satu pak ada enam isi cutter. Begitu seterusnya kesia-siaan ini turut saya lestarikan.

“nda..”

via initempatwisata.com “dab” yang digusur “nda” —sebuah catatan supra merah itu tak lagi menggilas jalan godean. tidak juga menyayat aspal jakarta seperti tiga tahun lalu denganmu. dia kini ngeden menapaki tanjakan dan turunan licin di karangrejo hingga pawiyatan luhur. “seperti perjalanan ke basecamp pendakian..” katanya. bagaimanapun jalanan di sana dan di sini masih sama saja. pagi padat, sore tersendat. bersama pekerja yang terpaksa meninggalkan bantal pagi-pagi betul. mereka yang pulang lalu tergesa bercinta meski bau debu-asap. juga bersama sopir-sopir angkutan yang gemar senggol sana-sini. meninggalkan pisuhan seiring rem yang berhasil menghenti laju. soal burjoan, dia bukan raja di sini. adalah warteg, yang menancapkan bendera dengan mantap. tak jadi soal. telur dadar-sayur-kering tempe adalah mewah. bolehlah hapus sejenak istilah “nastel” di kamus. jatingaleh tak pernah seperti besole raya yang bersahabat meski sunyi. kendaraan besar melintas tiap ...

Surat tentang Tante

:  dibaca pelan-pelan saja Rasanya seperti dicemplungkan dalam beberapa adegan film “50 First Date” versi Jawa. Masa-masa awal jalan bersama gadis ini diisi dengan menunaikan tiga ibadah wajib. Satu , saling cerita soal apa-apa yang turut mengantar diri hingga sampai di masa ini. Dua , bicara soal impian dan rencana di masa depan. Tiga , mengingat-ingat apa yang telah kami lakukan selama sepuluh tahun terakhir. Belakangan, yang terakhir ini rupanya butuh banyak energi. Adegan yang ingin kami munculkan tersendat-sendat bak nonton Youtube di persawahan Godean. Celakanya, sebagian detil adegan hanya tersimpan di benak diri ini saja, tidak di benaknya. Alhasil, seringkali ada cerita yang perlu direka ulang dalam kata guna memancing ingatan. Kadang berhasil, tetapi lebih sering tidak. Itu bedanya dengan film yang tadi. Melalui deretan kata ini, ijinkan saya berbagi sedikit. Semoga tuan puan sudi membaca. Adalah gadis itu, yang pertama kali saya ajak keluar malam-malam. ...

Kesaksian: Majikan Saya Orang Jepang, Tewas Dibakar Ketika Naik Mobil di Tengah Kerusuhan ‘98

via Okezone News Catatan penulis: cerita ini saya dengar dari seorang penjual angkringan di Yogyakarta. Saya tidak bisa memastikan keakuratan cerita tersebut. Penjual angkringan dari Wonosari itu baru satu setengah tahun kerja di Jakarta. Berbekal ijazah SMP, dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah seorang pebisnis di daerah Pondok Indah. “Saya tidak tahu bisnisnya apa, tetapi dia kaya. Orang Jepang,” tuturnya soal sang majikan. Jakarta, dan Indonesia secara umum, saat itu memang keterlaluan. Krisis ekonomi membuat harga barang melambung terlampau tinggi. Dia awalnya bekerja di sebuah bengkel, tapi bengkel itu bangkrut. Hubungan pertemananlah yang membuatnya bisa bekerja di rumah orang Jepang itu. Untungnya dia betah karena tak merasakan langsung dampak krisis. Makanan tersedia di rumah, juga tidak ada margin keuntungan yang dikejar karena gajinya dibayarkan bulanan. Namun, seperti tak bisa ditolak, tibalah masa-masa kelam itu. Entah berawal dari mana (ata...

Resep Awet Muda a la Penjual Angkringan

“Saya sudah bilang ke gadis itu, dia nggak percaya. Datanglah dia ke rumah, istri saya yang menemui. Nama kebun binatang ramai dilemparkan istri, saya cuma ketawa aja di luar rumah,” tuturnya sambil menahan geli. [catatan obrolan dengan penjual angkringan] Tak biasanya, Jalan Magelang sore itu terasa menanjak. Barangkali karena bukan setang sepeda motor yang kugenggam, tapi sepeda kayuh. Otot paha mulai berteriak meski baru meluncur lima kilometer. Jelang maghrib, langit menggelap. Merdunya azan dari mushola kampung Kutu terasa lirih. Deru mesin dan knalpot selalu memenangkan pertarungan tak seimbang ini. Celakanya, awan mendung juga kalah oleh air yang dibawanya. Menyerah. Gerimis jadi pembuka hujan deras yang menerjang tak lama kemudian. Berbelok ke timur menyusur selokan Mataram, sepedaku mencari tempat berhenti. Angkringan di ujung jembatan kemudian jadi tempat berteduh. “Lumayanlah, habis sepedaan dan kehujanan, bisa mampir cari teh hangat,” pikirku. Terpal ji...

Istilah Asing 1962 - 2017: Antara Calon Gubernur DKI dan Catatan Selo Soemardjan

via kompas.com “Mereka yang tidak mengerti bahasa Belanda maupun Inggris berusaha keras untuk menguasai istilah-istilah politik asing yang baru itu. Mereka mengira sudah memperoleh corak intelektuil dan prestise sosial karena penggunaan bahasa itu.”  (Selo Soemardjan, 1962) Pilkada DKI selalu menyedot perhatian publik secara nasional. Bagaimana tidak, stasiun-stasiun televisi—Jakarta bersiaran—nasional menayangkan debat publik ketiga pasangan calonnya. Saya yang orang Jogja pun jadi tertarik buat nonton debat itu meski sepotong-sepotong. Sekadar catatan, saya juga nonton debat publik untuk pasangan calon di kota saya sendiri di TVRI. Acara debat tak hanya menyedot perhatian publik, tetapi juga media lain. Satu media yang patut diapresiasi tinggi adalah tirto.id, sebuah media online yang baru diluncurkan tahun lalu. Digawangi oleh tokoh-tokoh senior di dunia jurnalisme, media ini menawarkan banyak hal baru. Salah satunya adalah aktivitas riset mereka yang tidak b...

The Accountant

via trailers.apple.com Film ini dibintangi Ben Affleck. Seperti judulnya, dia seorang akuntan. Bukan akuntan biasa, dia adalah pengidap autisme sejak kecil. Di satu sisi, autisme itu membuat dia sulit menjalin relasi sosial (meski dia ingin), di sisi lain, autisme itu yang membuat dia jenius matematika. Autisme yang dibawanya itu membuat dia menjadi akuntan yang sangar. Ada sekuen yang menceritakan pekerjaan 5 orang akuntan diselesaikan olehnya sendiri dalam waktu yang singkat. Secara keseluruhan film ini punya cerita dan setting yang menarik. Dia mengangkat tema akuntansi, ekonomi yang bobrok, keluarga yang broken, militer, senjata, perusahaan korup, intelijensia, autisme, dan bela diri. Nah, soal bela diri ini ada yang menarik. Diceritakan bahwa dia dan adiknya berlatih bela diri di Indonesia. Sepertinya itu silat (mohon dikoreksi kalau salah).

Penasihat Komunikasi Politik

Melihat sosok SBY sekarang rasanya tak segagah dulu. Benci sih tidak, tapi kasihan sedikit saja bolehlah. Saya masih bertanyatanya soal katakata yang dia unggah di Twitter. Tidak, saya tidak akan memaknai banyakbanyak soal cuitan itu. Saya malah masih penasaran kenapa beliau mengetwit di saat yang demikian. Saat yang seperti apa? Ya kita tahu sendirilah media sedang menyorot Pilkada DKI dan narasinarasi yang dibangun di sekelilingnya. AHY, anak SBY, ikut pertarungan politik itu. Selalu ada aroma sinis di media sosial soal AHY—paling tidak dilihat dari memememe yang menjadi viral. Pesan dominan yang saya tangkap adalah Agus tidak menguasai persoalan, minim pengalaman, dan—yang paling penting—beliau tak lebih dari pion catur yang dimainkan ayahnya. Pesan itu menguat semenjak akhirnya Agus tampil dalam debat publik putaran pertama. Belum ditambah dengan Annisa Pohan, istri Agus, yang juga terlibat perdebatan dengan seorang kawannya di Path. Persoalannya? Politik. Pada...

Gerimis

Gerimis pada matamu, tuan puteri, aku melihat hujan yang tidak deras. orang-orang tua senantiasa bertutur ke anaknya kalau gerimis jangan hujan-hujanan, nanti pusing di luar gerimis, jangan ngebut, jalanan licin gerimis itu menerjang mataku tanpa aku sempat menghindar tubuhku jadi aliran gerimis yang suka mengajak angin mampir dari mata, air tipis itu mengalir turun sesuai takdirnya itulah kenapa berdada-dada gadis sendu datang kepadaku bilang aku ingin merasakan gerimis di pelukanmu, atau bolehkah aku mencicipi gerimis di perutmu yang berbulu? boleh, boleh, semuanya boleh tapi setelah ini kalian harus pergi aku juga akan pergi kembali mencari asal muasal gerimis yang gemar sekali menghindar dari sapuan mata ini empat puluh tiga ribu delapan ratus hari kemudian semenjak matamu meninggalkan noda di embun dingin muntilan gerimis itu masih mengalir dari mataku pada matamu, tuan puteri, aku tidak lagi melihat gerimis yang dulu; aku hanya melihat diriku. gerimisk...

Jangan Menggodaku, Kopi

sebermula kopi itu memercik di dadamu kau mengusap nodanya, aku melihat saja “kenapa diam saja?”  ujarmu memanggil.

You’ve Started the Fire, Buddy

“So, reading is your hobby, huh? Tell me five books that most inspired you,” he asked me. The worst part from that question is I wasn’t ready to answer it. Stupid me. Yes, I think I’ve been reading a lot. Not just books, but also magazine and internet article of course. This reading habit was built since I was a child. My older sister and I were love to rent some books to enjoyed our holiday: Lima Sekawan, Trio Detektif, comics, etc. I felt so dumb since I couldn’t answer that simple question. I just mentioned two or three books title that I’m not finish them yet. Aaarrrrgggggh. That was one of embarrassing moment in my life. One important thing that maybe he doesn’t realize is he has just started the fire. I hope in the future, we’ll become a partner. I know he is smarter, but yes, he is also much older than me. I promise, you’ll find me in different quality, sir. Immediately.

Ujung Timur Jembatan

"Saya baru sepuluh hari jualan di sini, mas," ujar pedagang angkringan tanpa ditanya. "Oh pantes.. ini gerobaknya masih kinclong," kataku menimpali seadanya. Teh manis panas di depanku terlalu berharga untuk diduakan dengan obrolan. Setelah bersepeda sekian kayuhan, jenis minuman ini paling bikin tenang. Tiup-tiup sedikit, sruput tipis-tipis. "Sebelumnya saya pernah jualan bakso, pecel lele, mie ayam, macem-macem, mas. Tapi saya nyerah. Bahan baku terlalu mahal. Daging sapi, bawang, lombok, semua mahal. Padahal enggak mungkin naikin harga semangkok bakso," ujarnya lagi tanpa ditanya. Kali ini aku simpatik. Keluhan itu kutanggapi dengan pertanyaan yang lewat di kepala. Usaha dagang terakhir yang dia tutup adalah berjualan bakso dan mie ayam di Jalan Imogiri Barat. Dia sudah menyewa gerobak selama lima tahun untuk keperluan dagang. Namun nasib berkata lain, satu setengah tahun saja kemudian dicukupkan. Dari jualan angkringan itu dia harus bayar rum...

Lawak dan Ketidakpastian Hidup: Apa-apa yang Tak Boleh Berhenti

via www.bentarabudaya.com “..bahwa kita pun menyembunyikan badut atau lawak, yang sewaktu-waktu perlu dimunculkan keluar. Apa yang tersembunyi itu mengatakan pada kita, janganlah kita terlalu berpedoman bahwa hidup ini harus selalu bermakna dan berarti. Hidup juga perlu kita terima apa adanya, dan kita nikmati, walau kita tidak tahu apa arti hidup itu sesungguhnya.  Sering dengan menerima hidup apa adanya, kita justru diubah, dipelaskan dari kekakuan dan pendirian yang tak dapat ditawar, yang membuat kita lelah. Dengan lawak dan lelucon, kita jadi tahu tak ada yang pasti dalam hidup ini. Kita menerima, bahwa hidup ini harus terus berjalan, tak boleh berhenti. Kita bagaikan pengamen, yang mbarang atau mengamen, berjalan dan bernyanyi, tertawa, menghibur sesama dan dengan demikian menghibur diri sendiri.” Sindhunata, dalam artikel “Berziarah dalam Tawa” (Majalah BASIS Nomor 09 – 10, Tahun ke-65, 2016)

Kritik Krik-Krik

Tak henti-hentinya para kritikus menyebut iklim media Indonesia ini dipenuhi oleh televisi Jakarta bersiaran nasional. Bukan televisi nasional. Dulunya saya tidaklah sadar, baru sadar setelah baca satu tulisan di Remotivi. Sudah pernah baca kan? Itu salah satu situs yang padat bergizi untuk disantap kapanpun juga. Anda boleh saja setuju, boleh pula tidak. Namun tatkala melihat acara debat Calon Gubernur DKI 2017 kemarin, sulit bagi saya untuk tidak setuju. Malam ada acara debat tersebut, dalam hitungan jam video sudah disebar di Youtube, paginya masih dibahas di TV One. Sementara warga Yogyakarta barangkali secara umum belumlah mengerti bahwa Walikota dan Wakil Walikota mereka akan bertarung di Pilkada mendatang. Sekalipun tahu, saya yakin bisa dihitung dengan jari mereka yang tahu nama pasangannya. Soal nama dan pasangan calon Gubernur DKI mendatang? Jangan ditanya. Tentu saja kritik di awal tulisan ini mengkritik hal yang memang sulit. Pasalnya, DKI adalah ibukota, p...

Sayang, Change.org adalah Betul-Betul Wadah

Kira-kira setahun yang lalu saya kagum dengan ide petisi online. Dulu petisi ditandatangani oleh orang-orang secara manual. Kini dengan bantuan internet, sebuah isu yang dipetisikan bisa ditandatangani hingga ratusan ribu orang dalam waktu yang relatif singkat. Peserta petisi juga bisa membagikan kabar itu di akun jejaring sosial mereka guna mendapatkan dukungan yang lebih luas. Salah satu platform petisi online yang populer di Indonesia adalah Change.org. Platform ini sebenarnya bersifat internasional, dia ada di puluhan negara lain juga selain Indonesia. Saking kagumnya dengan petisi online dan Change.org, saya sampai menulis soal ini dalam beberapa paper ilmiah sebagai tugas kuliah. Kala itu saya menganggap bahwa Change.org adalah betul-betul kepanjangan tangan dari demokrasi. Warga bisa menekan pihak-pihak tertentu untuk melakukan apa yang menjadi kehendak warga. Tentu saja tekanan itu terbatas ya, “hanya” dengan cara membombardir alamat email pihak itu dengan email da...