Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

M o v e O n !

Move on . Tenar sekali bukan istilah itu? Setidaknya saya sering dengar di percakapan antarmahasiswa sejak satu atau dua tahun lalu. Istilah itu sering dipakai untuk mengingatkan seorang teman yang belum bisa melupakan mantan pacarnya. “ Move on dong ,” kata mereka. Atau “Aku belum bisa  move on  nih,” kata teman yang curhat. Sebenarnya tidak hanya pacar sih, bisa juga ke hal lain seperti merk, kenangan, dan sebagainya.

Kekerasan dan Kebebasan Pers

Sumber: www.fajar.co.id Peribahasa “menebar kerikil di jalan sendiri” rupanya gemar dilakukan oleh kepolisian kita. Bagaimana tidak? Minggu lalu seorang wartawan di Tangerang dikeroyok oleh petugas keamanan di suatu pusat perbelanjaan ketika meliput kebakaran. Sedangkan, sepekan sebelumnya seorang wartawan dianiaya oleh preman bayaran di Mamuju Utara ketika sedang meliput antrean pembelian BBM. Alih-alih mencegah supaya tindak kekerasan terhadap wartawan tidak terulang, kepolisian justru melanggengkan kekerasan itu melalui tangan mereka sendiri.

Mengintip Mawar

Kadang manusia gagal melakukan seleksi atas apa yang harus dipikirkan dan apa yang tidak. Contohnya ya yang beberapa menit lalu saya alami. Ini tentang penggunaan Facebook oleh seorang teman SMP. Saya sadar, seharusnya saya tidak perlu memikirkan. Namun saya telanjur risau melihat bagaimana dia menggunakan akun Facebooknya. Sebut saja namanya Mawar.

Doa dan Kata

Sumber: www.wheatlandmission.com Sekitar tahun 2004 saya mengalami kegelisahan. Waktu itu saya merasa tidak sreg ketika melihat sekumpulan orang Katolik yang sedang berdoa. Satu yang saya ingat, mereka mendaraskan doa Salam Maria dengan sangat lancar, bertempo relatif cepat, dan dengan nada yang monoton. Mereka seakan tidak memaknai kata-kata dalam doa dan sekadar mengucapkannya bak mengucap mantra.

Merefleksikan Netralitas Media

Gambar ilustrasi diambil dari www.slideshare.net Sastrawan dan jurnalis senior Goenawan Mohamad pernah berkicau,“Pers tidak harus netral dalam politik—dan ini sudah tradisi Indonesia sejak zaman pergerakan. Yang penting: pers jangan berbohong.”

Surat Terbuka versus Akun Robot

Sumber: www.skanaa.com Pesta demokrasi terbesar yang digelar pekan depan membuat wacana publik menjadi riuh dan cenderung rusuh. Beberapa minggu ini publik dipaksa mengonsumsi kampanye negatif hingga kampanye hitam. Belum ditambah dengan komentar-komentar ‘asal bunyi’ dari akun-akun sosial media pendukung salah satu calon presiden (capres).

Penjual Sate dan Jilat Api yang Dia Padamkan

Hampir tiap malam saya melewati penjual sate ayam di dekat tempat tinggal. Seperti ‘bakul sate’ kebanyakan, mereka adalah orang Madura. Sudah beberapa tahun mereka berjualan di depan rumah seorang warga yang merelakan conblock di depan rumah menjadi kehitaman karena aktivitas ini.

Semua Orang (Tidak) Perlu Mengerti Semua

Saya pernah tiga bulan kerja di Jakarta. Setelah itu saya balik lagi ke Jogja, rencananya mau belajar lagi. Saya kembali ke Jogja bukan karena Jakarta, tapi karena merasa tidak cocok dengan pekerjaan yang saya jalani. Memang, saya sempat membohongi diri dan mantan atasan dengan bilang ingin jadi wartawan (mungkin itu yang membuat saya diterima kerja jadi wartawan).

Rumah

Para awak media memberitakan hari ini (Kamis, 31 Juli 2014) hingga hari Minggu (3 Agustus 2014) besok akan terjadi puncak arus balik. Jalan-jalan di sekitar Yogyakarta memang sudah terasa padat sejak beberapa hari lalu. Sebut saja jalan Magelang, terutama di daerah sekitar Muntilan. Kalau daerah ini bukan lagi padat, tapi memang macet. Plat-plat luar kota bersliweran menyamarkan plat AA dan AB yang banyak ditemui di sana.

Siapa Paling Presisi?

Belum lama ini lembaga-lembaga survei dapat serangan publik. Ada yang dikatakan tidak netral, tidak independen, tidak valid, manipulasi data, cacat metode penelitian, dan sebagainya. Kisruh pokoknya.

Pemilu Presiden: Negarane Rusak!

22 Juli 2014 adalah hari bersejarah untuk pemerintahan Republik Indonesia lima tahun ke depan. KPU mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang diperoleh masing-masing pasangan capres-cawapres. Pemungutan suara sudah dilakukan serentak pada 9 Juli 2014 lalu.

"pas lagi sayang-sayangnya" itu palsu

Gambar diambil dari www.gambar-kata.com Akhir-akhir ini saya sering sekali buka media sosial, mungkin karena saking "sela"nya. Suatu kali saya membaca-baca lalu sadar kalau ada banyak sekali hal yang dilebih-lebihkan. Ini saya beri satu contoh satu twit orang yang sedang patah hati. Dia bilang yang intinya sedang merasa sedih karena "ditinggalkan/ diputus pacar pas lagi sayang-sayangnya."

Mendulit Sastra

Akhir-akhir ini saya sering kepikiran tentang dunia sastra, meski dunia itu asing sekali buat saya. Setelah saya ingat-ingat, saya baru sedikit sekali membaca cerita novel atau cerpen, terutama setelah dewasa ini ya. Ketika kecil sih saya dibelikan Bobo oleh ibu saya, jadi sering baca cerpen di sana. Beranjak remaja saya baca Harry Potter. Lalu sampai umur 23 ini paling cuma nambah baca sekitar tujuh buku novel. Parah ya?

Belajar Melek

Ketika di jalan aku tiba-tiba teringat dengan "ngangsu kawruh". Ngangsu itu biasanya dipasangkan dengan kata banyu (air). Ngangsu banyu artinya menimba air. Kawruh atau kaweruh berarti pandangan. Ngangsu kawruh itu maknanya belajar. Tujuannya supaya kita punya pandangan baru. Maka, ketika tidak ada pembaruan dalam pandangan (belum tentu berubah pandangan) setelah belajar, itu namanya belum belajar. Namun, tidak begitu juga.

mari kita duduk dan tak berbuat apa-apa

Sumber: http://diasfifera.tumblr.com/

Piala Dunia yang Nganu

Sumber: kompas.com Bukan tentang Jerman mengalahkan Argentina di pertandingan final. Bukan pula tentang Brazil yang terjegal di semifinal dengan skor yang memalukan. Apalagi tentang Inggris, jagoan bapak, yang sudah pulang di awal kompetisi.

New Media dan Matinya Rasionalitas dalam Pilpres

Sumber: http://baakondan.com (ditulis oleh Umaimah Wahid; Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur; dimuat di Media Indonesia edisi 10 Juli 2014)

Sepenggal Kisah Survivor *

Menjadi jurnalis adalah keputusan yang agaknya terlalu terburu-buru bagi saya yang baru saja melepas toga. Memang, saya cukup menikmati kegiatan berpikir dan menulis. Namun, setelah saya alami beberapa waktu menjadi (calon) jurnalis, saya merasa tidak berjodoh dengan pekerjaan ini.

Kalung Bernama

Di sudut kelas yang biasa Perempuan duduk berias cahaya Berkalungkan sebuah nama Yang diam-diam kusapa Tak lama aku bertanya Apakah ini cinta? Atau ini gejolak remaja? Yang kan hilang seiring senja Lalu aku rekam sebuah lagu Diiringi petikan gitar tua Nada demi nada tampak beradu Berebut ke telinga lalu ke dada Bagai bayangan dari senja Makin lama makin panjang Namun kita tahu yang di depan sana Surya memanggil gelap datang Bayangan pun kan hilang Sekarang ruang jemari sudah terisi Tangan besar menggenggam kuat Tapi kutahu jari manismu masih sendiri Bolehkah aku memasang jerat? Ataukah...kuharus menghilang cepat?

SMP Stero!

Kali ini saya ingin menulis tentang tempat saya belajar ketika SMP. Sekolah ini terletak di Jalan Suryodiningratan, dekat perbatasan antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul. Namanya SMP Stella Duce 2. Orang-orang sering menyingkatnya menjadi Stero, Stella Duce loro (dua).

Jadi Saksi

"Gini enak. Kerja enggak sampai setengah hari udah dapet duit," kata mas-mas berbadan tambun itu tersenyum. Beberapa kali dia mengusap keringat dari dahinya. Cuaca siang itu memang panas, meski angin besar sering datang.

Menyelesaikan Hingga Awal

Sudut kanan luar gedung Galeri Foto Jurnalistik Antara dipenuhi sekumpulan anak muda berkaos hitam bertuliskan “UNFISINISHED”. Raut wajah mereka cerah, mata mereka memancarkan gairah yang membuncah. Mereka adalah peserta Workshop Fotografi Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) yang mengadakan pameran di Jl. Antara 59, Pasar Baru, Jakarta (11/4/2014).

Seribu Tahun Nusantara Berdagang

JAKARTA—Udara di pintu masuk sebelah selatan stasiun Gambir siang itu (5/4) terasa gerah dan kering. Pepohonan yang berjejer di sekitar stasiun rasanya tidak membuat udara menjadi lebih segar dan sejuk. Satu-satunya tempat sejuk di dekat pintu masuk itu adalah di dalam minimarket yang gerainya sudah menjamur di penjuru ibukota. Di dalamnya dijual berbagai macam makanan dan minuman yang bisa dinikmati langsung di situ, tak lupa ditemani udara sejuk yang keluar dari penyejuk ruangan.

Darah Kucing

Lelaki itu bernama Danang Sulistyo, pemilik akun Facebook bernama Danang Sutowijoyo dan Twitter @dominico_danang. Dengar-dengar kedua akun ini sudah tidak aktif. Akhir-akhir ini dia tenar, karena memposting foto di jejaring sosial tentang anak kucing yang dia tembak. Foto anak kucing yang mati dia tembak ada di mana-mana (silakan googling), tapi yang menarik adalah caption yang menyertai foto:

Mencoret Lukisan

Letupan Rasa

R asa-rasanya dunia ini makin absurd dan palsu. Lihatlah media, alat pembentuk realitas di benak publik yang diperkosa pemiliknya. Lihatlah media sosial, tempat berbagai macam kebencian disuburkan.

Tumben?

S ore tadi sampai rumah saya langsung ke jalan depan rumah. Kotor sekali. Daun-daun gugur berserakan, bercampur abu vulkanik Gunung Kelud yang tak kunjung menghilang jika tidak dengan sengaja dibuang. Seketika saya ambil sapu lidi dan mulai menyapu –hal yang jarang saya lakukan. Seketika itu juga tetangga-tetangga langsung bilang “Tumben nyapu..?”

Gempa (25/1); Media Online, Cerdaslah!

B anyak akun twitter  dan facebook (dan akun-akun jejaring sosial lain) yang menyindir perilaku orang-orang setelah ada gempa. Apakah itu? Betul. Menulis di twitter atau update status di facebook. Sekasar apapun orang menyindir, nyatanya tetap ada yang update status semacam itu. Sumber